Langsung ke konten utama

Nasib Sektor Pertanian di Jakarta


Meski perekonomiannya lebih ditopong oleh sektor industri dan jasa, bukan berarti aktivitas bertani benar-benar lenyap dari ibu kota. Hal ini tercermin dari sumbangsih sektor pertanian yang mencapai 0,1 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Jakarta.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, dari 1.104 triliun pendapatan (PDRB) yang tercipta dari seluruh aktivitas ekonomi sepanjang tahun 2012 di Jakarta, sekitar 968 miliar di antaranya disumbang oleh sektor pertanian.

Secara lebih rinci, potret sektor pertanian di ibu kota disajikan oleh hasil Sensus Pertanian tahun 2013 (disingkat ST-2013) yang dirilis BPS pada awal bulan ini. Hasil ST-2013 menyebutkan, jumlah rumah tangga usaha pertanian (petani) di ibu kota mencapai 12.287 rumah tangga. Mereka disebut petani karena melakukan kegiatan pertanian dengan motif usaha atau sebagai sumber penghidupan, bukan hanya sekedar hobi atau sekedar kesenangan belaka.


Sebagian besar petani di ibu kota terdapat wilayah Jakarta Barat, Jakarta Utara, dan Jakarta Timur. Jumlah petani di ketiga wilayah ini mencapai 9.096 petani atau sekitar 74 persen dari seluruh petani di ibu kota. Aktivitas pertanian yang banyak dilakukan oleh petani di ibu kota adalah budidaya tanaman hortikultura (sayur-sayuran, buah-buahan, tanaman hias, dan tanaman obat), peternakan, dan perikanan.

Urban Farming dan Agro Wisata

Di tengah pesatnya pembangunan ibu kota, serta terus meningkatnya kebutuhan lahan untuk pemukiman dan berbagai kegiatan ekonomi di sektor industri dan jasa, sektor pertanian di ibu kota kian terdesak. Ini adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa dihindari.

Namun demikian, akvitas pertanian di Jakarta sebaiknya tetap dipertahankan (baca: dilestarikan). Hal ini dapat dilakukan dengan, antara lain, meningkatkan nilai ekonominya—bukan hanya sekedar kegiatan budidaya untuk menghasilkan komoditas pangan.

Di tengah keterbatasan lahan untuk bertani, kegiatan pertanian di ibu kota sebaiknya diarahkan menjadi kegiatan urban farming (pertanian kota) yang tidak berbasis lahan, tetapi berbasis teknologi, misalnya, aquaculture dan pertanian hidroponik.

Selain itu, kegiatan bertani bisa dikemas sebagai produk wisata atau lazim disebut agro wisata. Faktanya, saat ini di Jakarta masih ada sawah, utamanya di wilayah Jakarta Timur dan Jakarta Utara. Tidak bisa ditampik, meskipun setiap hari makan nasi, hampir semua anak-anak di ibu kota tidak pernah menyaksikan secara langsung bagiamana proses budidaya tanaman padi dilakukan di sawah.
Tentu bakal sangat menarik dan menyenangkan bila mereka bisa menyaksikan langsung bahkan melakukan sendiri kegiatan budidaya tanaman padi mulai dari membajak sawah dengan kerbau hingga menanam padi. Selain untuk wisata, kegiatan seperti ini juga bernilai edukasi. Setidaknya mereka tidak lupa bahwa nenek moyangnya adalah bangsa petani. (*)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bisakah R2 (baca: R kuadrat) Bernilai Negatif?

Koefisien determinasi (R2) merupakan ukuran kecocokan hasil estimasi sebuah model regresi linier dengan data yang dimodelkan, atau biasa disebut ukuran goodness of fit dari sebuah model regresi linier. Dengan lain perkataan, R2 menunjukkan seberapa dekat garis regresi yang diestimasi dengan data yang sebenarnya atau seberapa besar proporsi variasi variabel respon yang dapat dijelaskan oleh garis regresi. Ukuran ini dapat digunakan jika semua asumsi terkait residual telah terpenuhi. Bisakah R2 Bernilai Negatif? Pada dasarnya, R2 tidak pernah bernilai negatif, kecuali model regresi yang digunakan tanpa intersep. Jika model regresi yang digunakan tanpa intersep, maka R2 tidak bermakna meskipun bernilai positif. Kelemahan mendasar dari  R2 adalah nilainya yang selalu bertambah ketika dilakukan penambahan variabel bebas ke dalam model, meskipun variabel tersebut tidak begitu penting dalam menjelaskan variabel respon (tidak signifikan). Untuk mengatasi hal ini digunakan R

Kesalahan Spesifikasi Model: Penyebab dan Solusi

Dalam ekonometrika, ketika kita bekerja dengan model-model struktural, yakni model dimana hubungan antara variabel dalam model didasarkan pada suatu kerangka teori ekonomi, keselahan spesifikasi model kerap kali terjadi. Hal ini merupakan masalah serius yang sering terjadi pada penelitian yang menggunakan model ekonometrik, khususnya regresi, sebagai  alat analisis. Kesalahan spesifikasi menyebabkan model yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk kepentingan analisis karena dapat menyesatkan ( misleading ). Sedikitnya,  ada dua gejala yang dapat dijadikan acuan untuk mengetahui kalau model yang kita gunakan mengalami kesalahan spesifikasi. Dua gejala tersebut adalah sebagai berikut: 1.   Hasil running model menunjukkan tanda koefisien regresi yang merepresentasikan arah hubungan antara variabel  penjelas dan variabel respon berseberangan atau tidak sesuai dengan teori.  Meski tidak selalu merupakan gejala terjadinya kesalahan spesifikasi, kehadiran gejala ini me

Di Balik Penurunan Jumlah Petani Gurem

Hingga kini, kemiskinan di Indonesia masih menjadi fenomena sektor pertanian. Secara faktual, sebagian besar penduduk miskin tinggal di desa dan bekerja sebagai petani dan buruh tani. Ditengarai, salah satu penyebab kemiskinan masih berpusat di sektor pertanian adalah penguasaan lahan pertanian oleh petani yang kian sempit. Skala usaha yang kecil mengakibatkan pendapatan dari kegiatan usaha tani tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup meski kegiatan usaha tani yang dijalankan sebetulnya cukup menguntungkan. Alhasil, kesejahteraan pun begitu sulit direngkuh. Kemarin (2 Desember), Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis jumlah petani gurem hasil Sensus Pertanian tahun 2013 (disingkat ST2013). Menurut BPS, petani gurem didefinisikan sebagai rumah tangga pertanian yang mengusahakan lahan pertanian kurang dari setengah hektar. BPS mencatat, jumlah petani gurem pada Mei 2013 sebanyak 14,25 juta rumah tangga atau sekitar 55,33 persen dari sekitar 26 juta rumah tangga