Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2015

Swasembada Beras Jangan Hanya di Atas Kertas

Pagi itu, di sebuah ruangan yang jauh dari kesan rapi, Benito (bukan nama sebenarnya) tampak resah. Lelaki asal Timor Timur, yang memutuskan bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menetap di sebuah kabupaten di Jawa Timur sejak lima belas tahun silam,  itu dengan polos meluapkan isi hatinya. Batinnya tengah didera konflik: idealisme versus  tuntutan pekerjaan. “Bertahun-tahun kami telah berupaya keras memperbaiki akurasi data pertanian di kabupaten ini, sampai-sampai tidak jarang harus “berkelahi” dengan teman-teman dari Badan Pusat Statistik (BPS) .  Tapi belakangan ini, jerih payah kami itu menjadi sia-sia. Data kembali dirusak” . Ambisi merengkuh swasembada beras hanya dalam waktu tiga tahun ternyata telah membuat batin Benito tersiksa. Bukan karena terlampau besarnya angka-angka target luas tanam yang dibebankan, tapi tekanan untuk “memoles” angka agar sebisa mungkin mendekati target yang telah ditetapkan, tak peduli apakah itu sesuai realitas d

Statistik Bukan Sekadar Angka

5 Mei 2015. Pagi itu, di hadapan para wartawan yang sudah tak sabar menunggu angka pertumbuhan ekonomi nasional diumumkan, wajah kepala Badan Pusat Statistik (BPS) menyiratkan air muka yang sedikit tegang. Sepertinya, ada kabar buruk yang hendak ia sampaikan. Benar saja, rilis angka pertumbuhan ekonomi nasional hari itu cukup mencengangkan. Betapa tidak,  Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada triwulan I 2015 hanya tumbuh sebesar 4,7 persen. Itu artinya, meminjam istilah para ekonom, ekonomi nasional tengah mengalami perlambatan ( slowingdown ). Bukan pula sembarang perlambatan. Pasalnya, angka tersebut merupakan pertumbuhan terendah sejak tahun 2009. Hanya beberapa saat setelah kabar buruk tersebut tersebar melalui media dalam jaringan, pasar uang langsung bereaksi. Hari itu juga, nila tukar rupiah langsung tertekan di atas Rp13.000/USD. Konon, hal ini menjadikan rupiah sebagai mata uang dengan performa terburuk. Kabar perlambatan ekonomi yang dirilis BPS pagi itu

Obyektivitas Statistik dan Ambisi Swasembada

"There are three kinds of lies: lie, dammed lie and statistics."---Disraeli Suatu ketika, seorang pejabat, yang mengurusi data pertanian negeri ini, diundang melakukan panen raya kedelai oleh pemerintah provinsi yang terletak di ujung Pulau Sumatera. Konon, kedelai yang hendak dipanen adalah proyek percontohan. Produktivitasnya bukan main, ditaksir mencapai 3 ton per hektar. Padahal, rata-rata produktivitas kedelai nasional saat ini hanya sekitar 1,5 ton per hektar. Di negeri Abang Sam pun, yang merupakan produsen kedelai terbesar di dunia, rata-rata produktivitas kedelai hanya sekitar 2,6 ton per hektar. Jika benar adanya, sungguh outstanding. Produktivitas kedelai sebesar 3 ton per hektar bukannya tidak masuk akal. Tapi, itu hanya bisa dicapai jika budidaya tanaman kedelai dilukakan di laboratorium dan dikontrol dengan segala macam treatment, bukan di lahan milik petani. Saat panen raya pun tiba, sang pejabat sudah siap dengan arit dan topi capingnya. Namun, ia b