Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2013

Di Balik Penurunan Jumlah Petani Gurem

Hingga kini, kemiskinan di Indonesia masih menjadi fenomena sektor pertanian. Secara faktual, sebagian besar penduduk miskin tinggal di desa dan bekerja sebagai petani dan buruh tani. Ditengarai, salah satu penyebab kemiskinan masih berpusat di sektor pertanian adalah penguasaan lahan pertanian oleh petani yang kian sempit. Skala usaha yang kecil mengakibatkan pendapatan dari kegiatan usaha tani tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup meski kegiatan usaha tani yang dijalankan sebetulnya cukup menguntungkan. Alhasil, kesejahteraan pun begitu sulit direngkuh. Kemarin (2 Desember), Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis jumlah petani gurem hasil Sensus Pertanian tahun 2013 (disingkat ST2013). Menurut BPS, petani gurem didefinisikan sebagai rumah tangga pertanian yang mengusahakan lahan pertanian kurang dari setengah hektar. BPS mencatat, jumlah petani gurem pada Mei 2013 sebanyak 14,25 juta rumah tangga atau sekitar 55,33 persen dari sekitar 26 juta rumah tangga

Hasil Sensus: Pertanian Tak Lagi Menarik

Nampaknya, ada yang salah dengan pembangunan pertanian negeri ini. Pembangunan hanya dimaknai sebagai angka-angka pertumbuhan nilai tambah saktor pertanian yang terus meningkat, tetapi tak pernah “mencatat” peningkatan kesejahteraan petani. Pembangunan pertanian seolah lupa dengan nasib petani yang sebagian besar terus bergumul dengan kemiskinan. Untuk pertanian tanaman pangan (padi dan palawija), misalnya, fokusnya adalah peningkatan produksi secara  aggregate , tak peduli apakah petani bakal sejahtera atau tidak. Padahal, bila ditelisik lebih dalam, produksi pangan negeri ini sebetulnya ditopang oleh para petani kecil—yang umumnya miskin. Secara faktual, sekitar 75 persen petani miskin adalah petani di subsektor tanaman pangan. Merekalah penghasil padi/beras dan palawija untuk memenuhi kebutuhan pangan 250 juta penduduk negeri ini. Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis hasil lengkap Sensus Pertanian tahun 2013 (disingkat ST2013) pada 2 Desember. Hasil sensus

Petani Perempuan dan Kemiskinan

Hasil Sensus Pertanian tahun 2013 (disingkat ST2013) mengungkap fakta menarik, sekitar 23 persen atau 7,4 juta petani di Indonesia adalah perempuan. Mereka disebut petani karena mengelola satu atau lebih kegiatan usaha pertanian. Itu artinya, mereka bukan sekedar pekerja keluarga tidak dibayar (membantu suami) atau buruh tani, tetapi pengelola yang bertanggungjawab penuh terhadap usaha tani yang dijalankan. Sebagian mereka bahkan adalah kepala rumah tangga, yang memiliki otoritas penuh dalam pengambilan keputusan. Ini tentu merupakan temuan menarik yang perlu ditelaah lebih dalam oleh mereka yang tertarik dengan isu-isu pemberdayaan perempuan, khususnya di sektor pertanian. Petani perempuan paling banyak bergumul di subsektor tanaman pangan atau padi dan palawija, jumlahnya mencapai 4,3 juta petani. Meski dibutuhkan sebuah penelaahan lebih lanjut untuk memastikan seberapa besar kontribusi para petani perempuan terhadap produksi komoditas pertanian, fakta ini menunjukk

Lahan Pertanian Indonesia dari Waktu ke Waktu

Lahan pertanian adalah modal yang sangat penting dalam menggenjot produksi pangan. Tanpa perluasan lahan—yang lazim disebut ekstensifikasi—upaya peningkatan produksi pangan hanya bertumpu pada inovasi teknologi atau peningkatan produktivitas (intensifikasi).Bila hanya bertumpu pada peningkatan produktivitas, pada titik tertentu, produksi pangan bakal tak mampu memenuhi permintaan terhadap pangan yang terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk. Karena itu, meski perekonomiannya ditopong oleh sektor industri dan jasa atau bukan sektor pertanian, tak satu pun negera-negara maju di dunia ini yang mengabaikan perluasan lahan pertaniannya. Australia, negara tetangga yang suka “menyadap karet” itu, misalnya, kini memiliki lahan pertanian seluas 50 juta hektar. Padahal, jumlah penduduknya hanya 19 juta jiwa. Artinya, setiap orang Australia menguasai lahan pertanian seluas 2,63 hektar. Belakangan ini bahkan ada tren baru dalam soal ketahanan pangan. Negara-negara

Di Balik Kenaikan Tingkat Pengangguran

Kondisi ketenagakerjaan pada bulan Agustus tahun ini memburuk. Hal ini terkonfirmasi dari statistik ketenagakerjaan yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada Senin lalu (6 November). BPS melaporkan, tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Agustus 2013 mencapai 6,25 persen atau mengalami peningkatan sebesar 0,11 persen bila dibandingkan dengan kondisi pada Agustus tahun lalu. TPT menunjukkan persentase angkatan kerja yang sama sekali tidak bekerja. Sementara angkatan kerja adalah penduduk berumur 15 tahun ke atas  yang aktif secara ekonomi  ( economically active ) untuk memperoleh—atau membantu memperoleh—pendapatan. Jadi, TPT sebesar 6,25 persen bermakna bahwa sekitar 6 dari setiap 100 angkatan kerja pada Agustus 2013 sama sekali tidak bekerja. Pada Agustus 2013, jumlah angkatan kerja diperkirakan mencapai  118,2 juta orang. Dengan demikian, jumlah penganggur mencapai 7,39 juta orang. Angka ini mengalami kenaikan sebesar  0,15 juta orang bila dibandingkan dengan kondi

Di Balik Kekayaan 50 Orang Terkaya di Negeri Ini

Majalah Forbes baru saja merilis daftar 50 orang terkaya di Indonesia. Bukan main, kekayaan mereka mencapai  95 miliar dolar AS atau sekitar Rp1.107 triliun (VIVANews, 21 November 2013). Luar biasa. Di tengah masih tingginya angka kemiskinan  di negeri ini, ternyata kita memiliki banyak orang kaya dengan nilai kekayaan yang sangat fantastis. Kita boleh berbangga. Namun demikian, fakta ini sebetulnya juga menunjukkan persoalan pelik yang tengah dihadapi bangsa ini selain persoalan kemiskinan, yakni ketimpangan distribusi pendapatan yang dari hari ke hari kian melebar. Nilai kekayaan 50 orang terkaya ini sejatinya merupakan petunjuk atau indikasi bahwa jurang ketimpangan antara si kaya dan si miskin kian menganga. Betapa tidak, nilai kekayaan sebesar Rp1.107 triliun itu setara dengan 13 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada tahun lalu. Padahal kita tahu, jumlah penduduk negeri ini bukan main banyaknya, mencapai 250 juta jiwa. Lima puluh orang tentu merupaka