Langsung ke konten utama

Kesalahan Spesifikasi Model: Penyebab dan Solusi

Dalam ekonometrika, ketika kita bekerja dengan model-model struktural, yakni model dimana hubungan antara variabel dalam model didasarkan pada suatu kerangka teori ekonomi, keselahan spesifikasi model kerap kali terjadi. Hal ini merupakan masalah serius yang sering terjadi pada penelitian yang menggunakan model ekonometrik, khususnya regresi, sebagai  alat analisis. Kesalahan spesifikasi menyebabkan model yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk kepentingan analisis karena dapat menyesatkan (misleading).
Sedikitnya,  ada dua gejala yang dapat dijadikan acuan untuk mengetahui kalau model yang kita gunakan mengalami kesalahan spesifikasi. Dua gejala tersebut adalah sebagai berikut:

1.  Hasil running model menunjukkan tanda koefisien regresi yang merepresentasikan arah hubungan antara variabel  penjelas dan variabel respon berseberangan atau tidak sesuai dengan teori.  Meski tidak selalu merupakan gejala terjadinya kesalahan spesifikasi, kehadiran gejala ini merupakan warning akan terjadinya kesalahan spesifikasi. Apalagi, jika arah hubungan yang berlawanan tersebut sama sekali tidak make sense (masuk akal).
2.  Variabel penjelas  yang secara teori dan realitas seharusnya  berpengaruh kuat terhadap variabel respon tidak signifikan secara statistik.

Solusi Bagi Kesalahan Spesifikasi Model
Jika terjadi kesalahan spesifikasi model, kerangka hubungan antara variabel ketika membangun model  harus dievaluasi apakah benar-benar telah sesuai dengan teori atau tidak. Misalnya, apakah variabel penjelas yang kita gunakan benar-benar eksogen atau tidak (terjadi endogenitas atau dual causality).

Jika hubungan antara variabel dalam model sudah sesuai teori, hal selanjutnya yang perlu dipastikan adalah tidak terjadi penghilangan variabel (omitted variable) ketika membangun model, yakni adanya variabel penjelas yang cukup penting dalam menjelaskan variabel respon namun tidak dimasukkan ke dalam model.

Terakhir,  model yang digunakan harus dipastikan telah memenuhi semua asumsi-asumsi teoritas yang mendasarinya. Misalnya, asumsi Gauss Markov  yang disyaratkan dalam estimasi parameter regresi dengn Ordinary Least Squares (OLS) agar diperoleh penduga yang  Best, Linear, and Unbiased (BLUE). Pelanggaran asumsi merupakan masalah klasik yang seringkali memusingkan ketika bekerja dengan menggunakan model regresi. Persolan ini akan dibahas lebih dalam pada tulisan saya yang lain ”Model Regresi Data Panel: Apa yang Harus Dilakukan Ketika Asumsi Terlanggar “.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bisakah R2 (baca: R kuadrat) Bernilai Negatif?

Koefisien determinasi (R2) merupakan ukuran kecocokan hasil estimasi sebuah model regresi linier dengan data yang dimodelkan, atau biasa disebut ukuran goodness of fit dari sebuah model regresi linier. Dengan lain perkataan, R2 menunjukkan seberapa dekat garis regresi yang diestimasi dengan data yang sebenarnya atau seberapa besar proporsi variasi variabel respon yang dapat dijelaskan oleh garis regresi. Ukuran ini dapat digunakan jika semua asumsi terkait residual telah terpenuhi. Bisakah R2 Bernilai Negatif? Pada dasarnya, R2 tidak pernah bernilai negatif, kecuali model regresi yang digunakan tanpa intersep. Jika model regresi yang digunakan tanpa intersep, maka R2 tidak bermakna meskipun bernilai positif. Kelemahan mendasar dari  R2 adalah nilainya yang selalu bertambah ketika dilakukan penambahan variabel bebas ke dalam model, meskipun variabel tersebut tidak begitu penting dalam menjelaskan variabel respon (tidak signifikan). Untuk mengatasi hal ini digunak...

Beda Perempuan Jepang dan Perempuan Indonesia

Sesuai judulnya, fokus dari tulisan ini adalah bahasan mengenai perbedaan antara perempuan Jepang dan perempuan Indonesia. Tentu ada banyak perbedaan di antara keduanya. Dari sekian banyak perbedaan itu, tulisan ini mencoba mengulas perbedaan antara perempuan Jepang dan Indonesia dalam hal menikah dan memiliki anak. Perbedaan antara perempuan Jepang dan Indonesia dalam hal menikah dan memiliki anak tentu tidak lepas dari pengaruh posisi kedua negara, yang satu sebagai negara maju (Jepang) dan satunya lagi sebagai negara berkembang atau dunia ketiga (Indonesia). Secara rata-rata, perempuan Jepang sudah pasti well educated jika dibandingkan dengan perempuan Indonesia. Kondisi ini tentu sangat memengaruhi perbedaan paradigma atau cara pandang perempuan kedua negara terhadap yang namanya menikah dan memiliki anak. Enggan buru-buru menikah Secara tradisional, umur menikah ( marriage age ) perempaun Jepang adalah antara 23 sampai dengan 25 tahun. Di Jepang, perempuan yang belum ...