Langsung ke konten utama

Laut yang Bermuka Dua

Saya berusaha untuk tak mengeluh dalam bekerja dengan selalu mengingat cerita seorang kawan tatkala melakoni sulitnya kegiatan pengumpulan data di lapangan. Begini ceritanya:

Awan hitam pekat bergelayut di langit Teluk Buton sore itu. Pertanda laut yang semula tenang dan bersahabat akan segera menunjukkan kegarangannya: badai bakal segera datang. Para awak kapal pun mulai mempersiapkan diri dan mengingatkan para penumpang bahwa pelayaran hari itu akan sedikit menegangkan, lebih tepatnya menakutkan.

Angin kencang pun mulai bertiup. Sejurus kemudian, gelombang laut mulai meninggi dengan ketinggian yang tak kira-kira, nyaris dua meter, lebih tinggi dari badan kapal. Jonson (sebutan kapal tradisional di wilayah Buton dan Muna) pun melai terombang-ambing dipermainkan ganasnya gelombang. Tangis histeria para kaum wanita pun pecah membahana tatkala badan kapal yang ukurannya tak seberapa itu dihajar gelombang.

Berulangkali jonson terangkat tinggi hingga dua meter, kemudian seketika dihempaskan lagi ke bawah. Bunyi gemeretak papan kayu besi yang terdengar begitu jelas kian menambah kengerian sore itu: kapal serasa mau pecah dan terbelah. Betul-betul permainan gelombang yang menguras nyali dan isi perut. Muntah pun berserakan di dalam kapal.

Kaum lelaki yang sedikit bernyali sore itu nampak sedikit tenang, meskipun raut wajah ketakutan nampak jelas dari bibir mereka yang gemetar dan pucat pasi. Di antara para lelaki yang diam dalam ketakutannya, Sarima, seorang Kordinator Statistik Kecamatan Badan Pusat Kabupaten Muna, sembari mendekap puluhan dokumen SUSENAS yang tersimpan rapi di dalam tasnya, tak henti-hentinya memanjatkan doa kepada Sang Pencipta agar kengerian sore itu segera berlalu.

Untungnya, suasana yang begitu mencekam sore itu hanya berlangsung selama lima belas menit. Setelah itu, laut kembali tenang dan menunjukkan wajah ramahnya. Kapal pun melaju dengan tenang membelah lautan dan merapat dengan selamat di Pelabuhan Raha (ibu kota Kabupaten Muna) beberapa jam kemudian.

Begitulah laut, makhluk Tuhan yang satu ini memang misterius dan berkepribadian ganda serta bermuka dua. Terkadang dia begitu ramah dan menyuguhkan segala keindahannya, namun seketika dia bisa garang, benar-benar garang tak kenal ampun.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bisakah R2 (baca: R kuadrat) Bernilai Negatif?

Koefisien determinasi (R2) merupakan ukuran kecocokan hasil estimasi sebuah model regresi linier dengan data yang dimodelkan, atau biasa disebut ukuran goodness of fit dari sebuah model regresi linier. Dengan lain perkataan, R2 menunjukkan seberapa dekat garis regresi yang diestimasi dengan data yang sebenarnya atau seberapa besar proporsi variasi variabel respon yang dapat dijelaskan oleh garis regresi. Ukuran ini dapat digunakan jika semua asumsi terkait residual telah terpenuhi. Bisakah R2 Bernilai Negatif? Pada dasarnya, R2 tidak pernah bernilai negatif, kecuali model regresi yang digunakan tanpa intersep. Jika model regresi yang digunakan tanpa intersep, maka R2 tidak bermakna meskipun bernilai positif. Kelemahan mendasar dari  R2 adalah nilainya yang selalu bertambah ketika dilakukan penambahan variabel bebas ke dalam model, meskipun variabel tersebut tidak begitu penting dalam menjelaskan variabel respon (tidak signifikan). Untuk mengatasi hal ini digunakan R

Kesalahan Spesifikasi Model: Penyebab dan Solusi

Dalam ekonometrika, ketika kita bekerja dengan model-model struktural, yakni model dimana hubungan antara variabel dalam model didasarkan pada suatu kerangka teori ekonomi, keselahan spesifikasi model kerap kali terjadi. Hal ini merupakan masalah serius yang sering terjadi pada penelitian yang menggunakan model ekonometrik, khususnya regresi, sebagai  alat analisis. Kesalahan spesifikasi menyebabkan model yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk kepentingan analisis karena dapat menyesatkan ( misleading ). Sedikitnya,  ada dua gejala yang dapat dijadikan acuan untuk mengetahui kalau model yang kita gunakan mengalami kesalahan spesifikasi. Dua gejala tersebut adalah sebagai berikut: 1.   Hasil running model menunjukkan tanda koefisien regresi yang merepresentasikan arah hubungan antara variabel  penjelas dan variabel respon berseberangan atau tidak sesuai dengan teori.  Meski tidak selalu merupakan gejala terjadinya kesalahan spesifikasi, kehadiran gejala ini me

Di Balik Penurunan Jumlah Petani Gurem

Hingga kini, kemiskinan di Indonesia masih menjadi fenomena sektor pertanian. Secara faktual, sebagian besar penduduk miskin tinggal di desa dan bekerja sebagai petani dan buruh tani. Ditengarai, salah satu penyebab kemiskinan masih berpusat di sektor pertanian adalah penguasaan lahan pertanian oleh petani yang kian sempit. Skala usaha yang kecil mengakibatkan pendapatan dari kegiatan usaha tani tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup meski kegiatan usaha tani yang dijalankan sebetulnya cukup menguntungkan. Alhasil, kesejahteraan pun begitu sulit direngkuh. Kemarin (2 Desember), Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis jumlah petani gurem hasil Sensus Pertanian tahun 2013 (disingkat ST2013). Menurut BPS, petani gurem didefinisikan sebagai rumah tangga pertanian yang mengusahakan lahan pertanian kurang dari setengah hektar. BPS mencatat, jumlah petani gurem pada Mei 2013 sebanyak 14,25 juta rumah tangga atau sekitar 55,33 persen dari sekitar 26 juta rumah tangga