Langsung ke konten utama

Dosen Kocak Itu Telah Berpulang

Tulisan ini mungkin sedikit terlambat....

Saya selalu menyukai pribadi humoris. Tentu tidak mudah membuat orang lain tertawa dengan kata-kata humor. Setidaknya, dibutuhkan sedikit kecerdasan untuk melakukannya. Itulah mungkin yang menjadi asbab hingga mengapa Thomas Amstrong, pakar teori multiple intelegence asal Amrik, menyatakan bahwa salah satu ciri orang jenius adalah humoris.

Dan, berbicara pribadi humoris, saat kuliah dulu saya pernah diajar oleh seorang dosen yang memiliki langgam pribadi demikian. Meskipun bagi saya, materi kuliah yang diajarkannya tidak terlalu menarik, saya selalu tak sabar ingin mengikuti kuliah dosen yang satu ini.

Pembawaannya yang kocak dengan berbagai banyolan cerdas menjadikan tatap muka selama dua setengah jam dengannya serasa begitu singkat. Di kelasnyalah, kami mahasiswa yang nyaris saban hari dijejali berbagai mata kuliah hitung-menghitung plus ancaman drop out (DO) yang selalu mengintai di setiap semester dapat melepas ketegangan.

Dikelasnyalah, kami dapat tertawa lepas sepuas-puasnya, betul-betul ngakak, bahkan terkadang hingga berderai-derai air mata disertai sakit perut karena tak kuat menahan tawa. Selama dua setengah jam bersamanya, kami serasa laksana mahasiswa tingkat akhir yang telah dinyatakan lulus ujian komprehensif dan sidang skrispsi. Betul-betul lepas, tanpa beban, tinggal menunggu upacara pindah kuncir (wisuda).

Salah satu guyonannya yang masih segar dalam ingatan saya adalah ketika dia memelesetkan kepanjangan BPS menjadi "Badan Pura-pura Statistik." Kala itu, saya tertawa terbahak-bahak sebagai seorang mahasiswa yang masih lugu, yang tak tahu seperti apa hakekat dunia kerja. Tapi siang tadi, kala menatap deretan digit-digit angka di depan layar komputer, entah mengapa saya kembali teringat guyonan cerdas itu. Saya pun kembali tertawa. Lebih tepatnya menertawai diri sendiri. Ohh... Tuhan, selamatkanlah hambaMu ini dari yang namanya kepura-puraan.

Sayangnya, beberapa waktu lalu dosen kocak itu telah berpulang. Begitulah takdir Tuhan. Umur orang siapa yang tahu? Semoga masih ada keceriaan di kampus kecil di Otista itu selepas kepergiannya. Semoga masih ada kelas yang membuat para mahasiswa bisa tertawa riang sembari melepas ketegangan di tengah beratnya tekanan dalam menuntaskan pendidikan di kampus yang --kata teman saya asal Palembang--masuknya susah, keluarnya (lulus) pun susah itu.

Selamat jalan, Pak. Semoga mendapat tempat yang terbaik di sisiNya. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bisakah R2 (baca: R kuadrat) Bernilai Negatif?

Koefisien determinasi (R2) merupakan ukuran kecocokan hasil estimasi sebuah model regresi linier dengan data yang dimodelkan, atau biasa disebut ukuran goodness of fit dari sebuah model regresi linier. Dengan lain perkataan, R2 menunjukkan seberapa dekat garis regresi yang diestimasi dengan data yang sebenarnya atau seberapa besar proporsi variasi variabel respon yang dapat dijelaskan oleh garis regresi. Ukuran ini dapat digunakan jika semua asumsi terkait residual telah terpenuhi. Bisakah R2 Bernilai Negatif? Pada dasarnya, R2 tidak pernah bernilai negatif, kecuali model regresi yang digunakan tanpa intersep. Jika model regresi yang digunakan tanpa intersep, maka R2 tidak bermakna meskipun bernilai positif. Kelemahan mendasar dari  R2 adalah nilainya yang selalu bertambah ketika dilakukan penambahan variabel bebas ke dalam model, meskipun variabel tersebut tidak begitu penting dalam menjelaskan variabel respon (tidak signifikan). Untuk mengatasi hal ini digunak...

Kesalahan Spesifikasi Model: Penyebab dan Solusi

Dalam ekonometrika, ketika kita bekerja dengan model-model struktural, yakni model dimana hubungan antara variabel dalam model didasarkan pada suatu kerangka teori ekonomi, keselahan spesifikasi model kerap kali terjadi. Hal ini merupakan masalah serius yang sering terjadi pada penelitian yang menggunakan model ekonometrik, khususnya regresi, sebagai  alat analisis. Kesalahan spesifikasi menyebabkan model yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk kepentingan analisis karena dapat menyesatkan ( misleading ). Sedikitnya,  ada dua gejala yang dapat dijadikan acuan untuk mengetahui kalau model yang kita gunakan mengalami kesalahan spesifikasi. Dua gejala tersebut adalah sebagai berikut: 1.   Hasil running model menunjukkan tanda koefisien regresi yang merepresentasikan arah hubungan antara variabel  penjelas dan variabel respon berseberangan atau tidak sesuai dengan teori.  Meski tidak selalu merupakan gejala terjadinya kesalahan spesifikasi,...

Beda Perempuan Jepang dan Perempuan Indonesia

Sesuai judulnya, fokus dari tulisan ini adalah bahasan mengenai perbedaan antara perempuan Jepang dan perempuan Indonesia. Tentu ada banyak perbedaan di antara keduanya. Dari sekian banyak perbedaan itu, tulisan ini mencoba mengulas perbedaan antara perempuan Jepang dan Indonesia dalam hal menikah dan memiliki anak. Perbedaan antara perempuan Jepang dan Indonesia dalam hal menikah dan memiliki anak tentu tidak lepas dari pengaruh posisi kedua negara, yang satu sebagai negara maju (Jepang) dan satunya lagi sebagai negara berkembang atau dunia ketiga (Indonesia). Secara rata-rata, perempuan Jepang sudah pasti well educated jika dibandingkan dengan perempuan Indonesia. Kondisi ini tentu sangat memengaruhi perbedaan paradigma atau cara pandang perempuan kedua negara terhadap yang namanya menikah dan memiliki anak. Enggan buru-buru menikah Secara tradisional, umur menikah ( marriage age ) perempaun Jepang adalah antara 23 sampai dengan 25 tahun. Di Jepang, perempuan yang belum ...