Langsung ke konten utama

Drama Korea yang Memikat


Saya bukan penggemar berat drama korea. Hanya sesekali menonton kalau sedang tidak ada kerjaan. Saya rekomendasikan situs www.kimchidramas.net untuk Anda yang ingin menonton drama korea keluaran terbaru…hehehe.

Beberapa waktu lalu, sebelum mudik ke kampung halaman, saya sempat meng-copy beberapa file drama korea dari seorang kawan (Nur’izzah Inayati). Saya berencana menontonnya di kampung halaman untuk sekedar membunuh waktu luang di tengah payahnya koneksi internet.

Salah satu file yang saya copy adalah drama korea terbaru. Judulnya “The King 2 Hearts”. Jujur, drama bergenre komedi, politik, asmara, dan cinta itu betul-betul tontonan yang menarik, mengaduk-aduk emosi, dan menguras air mata…lebay mode on. Saya benar-benar terpikat sejak menonton episode pertama. Saya jadi lupa waktu, untung tak lupa sholat. 

Para pemeran utama The King 2 Hearts. Anda yang menggemari drama korea tentu sudah familiar dengan wajah-wajah di atas.

Tak terasa, delapan belas episode saya lahap hanya dalam dua hari. Hebat bukan, mudah-mudahan ini bukan indikasi bahwa saya telah menjadi korban ganasnya “Korean Wave” yang menginvasi anak-anak muda Indonesia, bahkan Asia, saat ini….hehehe (sambil mengelus-mengelus rambut agar mirip aktris Korea).

Saya sangat menikmati alur cerita yang begitu memikat dan sulit ditebak meskipun tahu akhir cerita bakal happy ending. Selain, tentu saja, sosok Kim Hang Ah yang diperankan aktor Ha Ji Won yang berparas jelita itu…hehehe. Siapa saja yang menontonnya dijamin pasti akan terpikat.

Dalam keterpikatan itu, sempat terlintas sebuah pertanyaan di benak saya, “Kapan, ya, sinetron-sinetron Indonesia bakal seperti ini?” Kita, yang pikirannya sedikit panjang, tentu sudah muak dengan tontonan yang tak bermutu, sinetron yang episodenya  seolah tak berujung dengan alur cerita yang klise dan mudah ditebak.

Kembali ke topik utama. Drama tentang asmara dan cinta tentu selalu menarik untuk ditonton. Dan, di dalam The King 2 Hearts konflik asmara dan cinta menjadi kian menarik karena dibumbui konflik politik yang melibatkan dua negara serumpun: Korea Selatan (korsel) dan Korea Utara (Korut). 

Di dalam drama tersebut, jalinan asmara antara Kim Hang Ah dan Lee Je Ha yang diperankan oleh Lee Seung Gi harus menemui banyak aral karena perbedaaan latar belakang politis keduanya.

Kim Hang Ah adalah seorang anggota unit pasukan khusus, semacam Kopasus-nya Korea Utara. Di mata orang Korsel, reputasi pasukan khusus Korut teramat buruk. Konon, semasa Perang Korea berkecamuk, mereka adalah aktor di balik pembunuhan keji para pemimpin Korsel.

Sementara Lee Ja Ha adalah seorang anggota kerajaan Korsel, tidak main-main dia adalah seorang pangeran. Bahkan, dalam drama ini, dia belakangan menjadi raja, setelah menggantikan abangnya yang terbunuh oleh mereka  (pihak antogonis: Klub M) yang tidak suka dengan sepak terjangnya untuk mendekatkan hubungan antara kedua Korea yang telah puluhan tahun berkonflik. 

Bisa dibayangkan bagaimana serunya jika seorang anggota pasukan khusus Korut menjalin asmara dan saling jatuh cinta dengan Raja Korsel. Bagaimana jadinya jika keduanya menikah? Bisakah hal itu terwujud meskipun bukan main sulitnya karena sederet konsekwensi politis yang harus dihadapi?

Inilah sumbu yang menyulut semua api konflik dalam drama tersebut. Benturan antara semangat patriotisme - nasionalisme dan cinta yang meluap-meluap dikemas dengan begitu apik melalui alur cerita yang sangat memikat.

Sayangnya, file yang saya kopi tidak lengkap. Dua episode terakhir (19 dan 20) ternyata harus didownload terlebih dahulu. Sesuatu yang tidak mungkin dikakukan di daerah yang koneksi internetnya sedikit lemot seperti kampung saya. Saya jadi tak sabar untuk segera kembali ke Jakarta…hehehe.

Saya bukanlah penulis synopsis  yang baik. Deskripsi yang saya tuliskan mungkin tak semenarik dramanya. Karenanya, saya sarankan Anda untuk menonton sendiri drama tersebut.(*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bisakah R2 (baca: R kuadrat) Bernilai Negatif?

Koefisien determinasi (R2) merupakan ukuran kecocokan hasil estimasi sebuah model regresi linier dengan data yang dimodelkan, atau biasa disebut ukuran goodness of fit dari sebuah model regresi linier. Dengan lain perkataan, R2 menunjukkan seberapa dekat garis regresi yang diestimasi dengan data yang sebenarnya atau seberapa besar proporsi variasi variabel respon yang dapat dijelaskan oleh garis regresi. Ukuran ini dapat digunakan jika semua asumsi terkait residual telah terpenuhi. Bisakah R2 Bernilai Negatif? Pada dasarnya, R2 tidak pernah bernilai negatif, kecuali model regresi yang digunakan tanpa intersep. Jika model regresi yang digunakan tanpa intersep, maka R2 tidak bermakna meskipun bernilai positif. Kelemahan mendasar dari  R2 adalah nilainya yang selalu bertambah ketika dilakukan penambahan variabel bebas ke dalam model, meskipun variabel tersebut tidak begitu penting dalam menjelaskan variabel respon (tidak signifikan). Untuk mengatasi hal ini digunakan R

Kesalahan Spesifikasi Model: Penyebab dan Solusi

Dalam ekonometrika, ketika kita bekerja dengan model-model struktural, yakni model dimana hubungan antara variabel dalam model didasarkan pada suatu kerangka teori ekonomi, keselahan spesifikasi model kerap kali terjadi. Hal ini merupakan masalah serius yang sering terjadi pada penelitian yang menggunakan model ekonometrik, khususnya regresi, sebagai  alat analisis. Kesalahan spesifikasi menyebabkan model yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk kepentingan analisis karena dapat menyesatkan ( misleading ). Sedikitnya,  ada dua gejala yang dapat dijadikan acuan untuk mengetahui kalau model yang kita gunakan mengalami kesalahan spesifikasi. Dua gejala tersebut adalah sebagai berikut: 1.   Hasil running model menunjukkan tanda koefisien regresi yang merepresentasikan arah hubungan antara variabel  penjelas dan variabel respon berseberangan atau tidak sesuai dengan teori.  Meski tidak selalu merupakan gejala terjadinya kesalahan spesifikasi, kehadiran gejala ini me

Di Balik Penurunan Jumlah Petani Gurem

Hingga kini, kemiskinan di Indonesia masih menjadi fenomena sektor pertanian. Secara faktual, sebagian besar penduduk miskin tinggal di desa dan bekerja sebagai petani dan buruh tani. Ditengarai, salah satu penyebab kemiskinan masih berpusat di sektor pertanian adalah penguasaan lahan pertanian oleh petani yang kian sempit. Skala usaha yang kecil mengakibatkan pendapatan dari kegiatan usaha tani tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup meski kegiatan usaha tani yang dijalankan sebetulnya cukup menguntungkan. Alhasil, kesejahteraan pun begitu sulit direngkuh. Kemarin (2 Desember), Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis jumlah petani gurem hasil Sensus Pertanian tahun 2013 (disingkat ST2013). Menurut BPS, petani gurem didefinisikan sebagai rumah tangga pertanian yang mengusahakan lahan pertanian kurang dari setengah hektar. BPS mencatat, jumlah petani gurem pada Mei 2013 sebanyak 14,25 juta rumah tangga atau sekitar 55,33 persen dari sekitar 26 juta rumah tangga