Bisa diterima sebagai mahasiswa jurusan kedokteran di Universitas Hasanuddin Makassar melalui jalur bea siswa merupakan sebuah kebanggaan luar biasa buat Aco (18), anak seorang petani miskin di Kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan. Bagi Aco, kesempatan tersebut merupakan tiket emas untuk melepaskan keluarganya, keluar dari jerat kemiskinan. Selain itu, cita-cita Aco sejak kecil adalah menjadi dokter, bukan petani seperti halnya Daeng Palawa, ayahnya. Aco adalah potret sebagian besar generasi muda negeri ini yang katanya agraris, di mana hampir tidak ada lagi di antara mereka yang ingin menjadi petani. Dalam mindset mereka, menjadi petani itu miskin. Dan kenyataannya memang seperti itu, dari 30,02 juta penduduk miskin negeri ini, sekitar 63 persen tinggal di perdesaan, dan mudah untuk diduga bahwa sebagian besar mereka adalah petani dan buruh tani.
Saat ini, Indonesia merupakan salah satu negara dengan laju pertumbuhan penduduk terpesat di dunia. Dalam satu dekade terakhir, secara rata-rata, populasi Indonesia tumbuh sebesar 1,49 persen per tahun. Itu artinya, di tahun-tahun berikutnya akan ada tambahan sekitar 3-4 juta penduduk setiap tahunnya. Jumlah yang sudah barang tentu tidaklah sedikit, karena dengan jumlah penduduk sebanyak itu, sudah cukup untuk mendirikan sebuah negara baru seukuran Singapura yang saat ini penduduknya mencapai 5 juta jiwa.
Kenyataan di atas menjadikan pemenuhan pangan penduduk yang mencukupi sebagai salah satu tantangan berat yang tengah dihadapi oleh Indonesia saat ini dan di tahun-tahun yang akan datang. Dan keberadaan sektor pertanian—tanaman pangan—yang tangguh merupakan kunci keberhasilan Indonesia dalam meng-handle tantangan tersebut.
Sayangnya, saat ini ketangguhan sektor pertanian kita kian mengkhawatirkan. Angka ramalan produksi sejumlah komoditas tanaman pangan yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) beberapa waktu yang lalu merupakan sinyal kuat akan hal itu. Hasil hitung-hitungan BPS mengungkapkan, produksi komoditas pangan utama, seperti padi, jagung, dan kedelai tahun ini turun cukup signifikan jika dibanding dengan tahun lalu. Tahun ini, produksi padi turun sebesar 1,08 juta ton, jagung sebesar 1,10 juta ton, dan kedelai sebesar 36,96 ribu ton. Kenyataan ini kian mengkhawatirkan, karena pada saat yang sama nilai impor produk pangan Indonesia terus membengkak, menjadikan kita sebagai negara importir pangan tropis terbesar di dunia dan semakin bergantung pada pangan impor.
Tantangan yang dihadapi sektor pertanian dewasa ini tidaklah ringan, selain masalah-masalah seperti iklim yang tak lagi menentu dan sulit ditebak, ketidakpastian pasokan air, lahan yang semakin tidak subur, serangan hama penyakit yang kian merajalela, daya dukung sumberdaya manusia yang terus menurun juga merupakan tantangan yang tidak kalah berat.
Transformasi ketenagakerjaan di sektor pertanian tanaman pangan boleh dibilang berlangsung lambat. Tingkat pendidikan petani yang tetap rendah dan semakin dominannya kelompok petani usia tua merupakan sejumlah indikasinya.
Tingkat pendidikan petani yang rendah adalah kenyataan yang tidak banyak berubah sejak dulu. Padahal, tingkat pendidikan petani sangat menentukan keberhasilan petani dalam menyerap teknologi dalam bidang pertanian, dan tentu saja tingkat efisiensi dari usaha tani yang mereka jalankan. Dua hal ini adalah faktor yang sangat penting dalam menggenjot produksi.
Hasil Survei Struktur Ongkos Usaha Tani Tanaman Pangan (SOUTTP) yang dilaksanakan BPS pada tahun 2011 menunjukkan bahwa 32,66 persen petani dengan nilai produksi terbesar tidak tamat Sekolah Dasar (SD), 42,32 persen hanya tamat SD, dan 14,55 persen hanya tamat Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).
Selain itu, dari segi umur, petani kita dodominasi oleh mereka yang berumur tua. Hasil SOUTTP juga menunjukkan sekitar 47,57 persen petani yang memiliki produksi terbesar berumur lebih dari 50 tahun. Temuan ini kian memperkuat proposisi yang telah terbangun selama ini, bahwa menjadi petani adalah sesuatu yang tidak dinginkan dalam rencana hidup sebagian besar generasi muda bangsa ini. Sesuatu yang tentu saja sangat mengkhawatirkan dalam upaya menjamin ketersediaan pasokan pangan yang mencukupi bagi lebih dari 200 juta penduduk negeri ini, tanpa harus mengorbankan cadangan devisa dengan mengimpor dari luar negeri, tentunya.
Data-data dari BPS
Komentar
Posting Komentar