Langsung ke konten utama

Harus Bangga Jadi PNS


Gambar di atas saya kopi dari Kompas.Com. Tepatnya dari sebuah berita bertajuk "Gaji PNS Naik hingga 10 Persen" yang diturunkan pada 11 Januari 2012. Sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS), berita tersebut tentu sebuah kabar gembira buat saya. Tetapi, fokus tulisan ini bukan soal gaji yang secara riil naik tipis itu, melainkan komentar salah satu pembaca terhadap gambar di atas.

“tampang-tampangny.. :))”, demikian komentar singkat dari pembaca yang nampaknya bukan PNS itu. Saya kira tidak salah dan berlebihan, kalau kita menyimpulkan bahwa sang komentator, dengan komentar singkatnya itu, memandang remeh mereka, para PNS yang berbaris rapi dengan seragam Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) yang mereka kenakan.

Mungkin, tampang mereka kelihatan bak tampang orang susah di mata sang komentator. Dan, seperti itulah memang  wajah sebagian besar PNS negeri ini. Penampilan mereka tak separlente para anggota dewan, yang konon kolornya saja berharga lima juta rupiah, yang jasnya saja berharga sampai miliaran rupiah itu. Baru-baru ini, kita memang dihebohkan oleh beberapa oknum PNS muda yang memiliki rekening gendut hingga miliaran rupiah. Tetapi, mereka hanya segelintir. Dan, pastinya, sama sekali tidak mewakili sekitar 4 juta PNS di negeri ini yang ─mungkin sebagian besar─sebetulnya masih jauh dari kata makmur dan sejahtera. Kalaupun sedikit makmur dan sejahtera, pastilah mereka tidak kaya. Makanya, kalau mau kaya jangan jadi PNS─yang jujur mengabdi kepada bangsa dan negara.

Tidak dimungkiri, citra PNS selama ini memang tak bagus. Buruknya kinerja dan pelayanan publik yang masih jauh dari memuaskan adalah sebab utamanya. Meskipun gaji PNS terus naik selama beberapa tahun terakhir, kenyataannya ini belum diikuti dengan peningkatan kualitas pelayanan publik dan perbaikan kinerja para PNS. Padahal, anggaran negara yang digelontorkan untuk para PNS tidaklah sedikit. Di daerah, misalnya, rata-rata sekitar 80 persen dari anggaran yang ada habis untuk belanja pegawai. Karenanya, berbagai pelesetan miring semisal ‘Pegawai Negeri santai’ dan Pengangguran Non Stop’ untuk PNS masih sering kita dengar.

Terlapas dari kinerjanya yang secara umum masih belum baik dan memuaskan, para PNS sebetulnya memegang peranan yang sangat penting bagi kemajuan negara ini. Tidak hanya dari sisi birokrasi pemerintahan dan sosial kemasyarakatan, tetapi juga ekonomi. Bisa dibayangkan, seperti apa jadinya jika semua petugas dinas kebakaran, dokter dan perawat di rumah sakit-rumah sakit pemerintah tidak mau bekerja, atau guru-guru di semua sekolah negeri tak mau lagi mengajar. Kondisi negara ini pasti bakal kacau balau.

Dari sisi ekonomi, para PNS adalah penduduk kelas menengah (middle class) yang sangat berperan penting dalam menggerakkan perekonomian dari sisi demand (konsumsi). Perekonomian kita yang terus tumbuh mengesankan belakangan ini kenyataannya 63,3 persen digerakkan oleh sektor konsumsi, baik itu konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah. Dan, para PNS sedikit banyak telah berkontribusi dalam mendorong konsumsi itu.

Dengan daya beli mereka, yang secara rata-rata mencapai US$2.000-US$4.000 per tahun, para aparatur negara yang jumlahnya sekitar 4 juta orang itu memegang peranan yang sangat penting dalam menggerakkan sektor konsumsi. Karena merekalah, transaksi di mal-mal dan pasar-pasar tradisional menggeliat─minimal pada setiap awal bulan, karena mereka pulalah sektor informal─para pedagang asongan, kaki lima, tukang nasi goreng, tukang ketoprak, dan tukang-tukang yang lainbisa kecipratan nikmatnya kue ekonomi negera ini. 

Dalam jangka panjang, dominannya konsumsi dalam perekonomian memang kurang baik. Tapi justru karena itulah, perekonomian kita bisa bertahan dari berbagai guncangan eksternal selama ini.

Harus bangga
Selain itu, meskipun bukan merupakan jalan untuk menjadi kaya, PNS sejatinya adalah posisi yang sangat mulia dan membanggakan. Salah satu cara nyata untuk mengabdikan diri kepada bangsa dan negera ini. Itulah sebab para PNS disebut sebagai abdi negara yang siap mengabdikan segenap jiwa dan raga untuk memajukan dan menyokong jalannya pemerintahan negeri ini sesuai dengan bidangnya masing-masing. Apapun motif yang mendasarinya, pilihan menjadi seorang PNS adalah sebuah pilihan yang sangat mulia, sepanjang diikuti semangat pengabdian yang tulus dan ikhlas.

Kerenanya, seorang PNS seharusnya bangga dengan profesi yang diembannya sebagai abdi negara. Karena hanya dari kebanggaan itulah akan lahir sikap profesional, penuh integritas, dan amanah, yang ujung-ujungnya akan bermuara pada perbaikan kinerja dan kualitas pelayanan publik yang semakin memuaskan. Selain itu, tidak sepatutnya mereka yang bukan PNS meremehkan profesi yang satu ini. Meskipun kinerjanya belum sepenuhnya memuaskan, mereka adalah komponen yang sangat penting dalam pembangunan dan pengelolaan negeri ini. (*)

Sumber tulisan: Detik.com, Badan Pusat Statistik (BPS): Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan III 2011,  World Bank
Tulisan terkait


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bisakah R2 (baca: R kuadrat) Bernilai Negatif?

Koefisien determinasi (R2) merupakan ukuran kecocokan hasil estimasi sebuah model regresi linier dengan data yang dimodelkan, atau biasa disebut ukuran goodness of fit dari sebuah model regresi linier. Dengan lain perkataan, R2 menunjukkan seberapa dekat garis regresi yang diestimasi dengan data yang sebenarnya atau seberapa besar proporsi variasi variabel respon yang dapat dijelaskan oleh garis regresi. Ukuran ini dapat digunakan jika semua asumsi terkait residual telah terpenuhi. Bisakah R2 Bernilai Negatif? Pada dasarnya, R2 tidak pernah bernilai negatif, kecuali model regresi yang digunakan tanpa intersep. Jika model regresi yang digunakan tanpa intersep, maka R2 tidak bermakna meskipun bernilai positif. Kelemahan mendasar dari  R2 adalah nilainya yang selalu bertambah ketika dilakukan penambahan variabel bebas ke dalam model, meskipun variabel tersebut tidak begitu penting dalam menjelaskan variabel respon (tidak signifikan). Untuk mengatasi hal ini digunakan R

Kesalahan Spesifikasi Model: Penyebab dan Solusi

Dalam ekonometrika, ketika kita bekerja dengan model-model struktural, yakni model dimana hubungan antara variabel dalam model didasarkan pada suatu kerangka teori ekonomi, keselahan spesifikasi model kerap kali terjadi. Hal ini merupakan masalah serius yang sering terjadi pada penelitian yang menggunakan model ekonometrik, khususnya regresi, sebagai  alat analisis. Kesalahan spesifikasi menyebabkan model yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk kepentingan analisis karena dapat menyesatkan ( misleading ). Sedikitnya,  ada dua gejala yang dapat dijadikan acuan untuk mengetahui kalau model yang kita gunakan mengalami kesalahan spesifikasi. Dua gejala tersebut adalah sebagai berikut: 1.   Hasil running model menunjukkan tanda koefisien regresi yang merepresentasikan arah hubungan antara variabel  penjelas dan variabel respon berseberangan atau tidak sesuai dengan teori.  Meski tidak selalu merupakan gejala terjadinya kesalahan spesifikasi, kehadiran gejala ini me

Di Balik Penurunan Jumlah Petani Gurem

Hingga kini, kemiskinan di Indonesia masih menjadi fenomena sektor pertanian. Secara faktual, sebagian besar penduduk miskin tinggal di desa dan bekerja sebagai petani dan buruh tani. Ditengarai, salah satu penyebab kemiskinan masih berpusat di sektor pertanian adalah penguasaan lahan pertanian oleh petani yang kian sempit. Skala usaha yang kecil mengakibatkan pendapatan dari kegiatan usaha tani tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup meski kegiatan usaha tani yang dijalankan sebetulnya cukup menguntungkan. Alhasil, kesejahteraan pun begitu sulit direngkuh. Kemarin (2 Desember), Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis jumlah petani gurem hasil Sensus Pertanian tahun 2013 (disingkat ST2013). Menurut BPS, petani gurem didefinisikan sebagai rumah tangga pertanian yang mengusahakan lahan pertanian kurang dari setengah hektar. BPS mencatat, jumlah petani gurem pada Mei 2013 sebanyak 14,25 juta rumah tangga atau sekitar 55,33 persen dari sekitar 26 juta rumah tangga