Langsung ke konten utama

Paris Hilton: Steak Seharga Rp 600 Ribu Buat Si Bleki, dan Sedekah Rp 18 Juta Buat Pengemis Mumbai


Kehidupan sosialita Paris Hilton (Mbak Paris) memang selalu mengundang perhatian. Beberapa waktu yang lalu, kehadirannya di Pulau Dewata untuk menghadiri pembukuaan salon milik temannya menjadi soroton sejumlah media infotainment.

Sejumlah pengalaman menariknya selama berlibur di Bali selalu menjadi headline. Mulai dari kekagumannnya terhadap Pulau Dewata yang dianggapnya sebagai surga, hingga kedermwananannya ketika memberi makan seekor anjing liar dengan sepotong steak mahal.

Kekayaan sosialita pewaris tahta kerajaan bisnis Hotel Hilton ini memang selangit. Dan selama ini dengan kekayaannya itu, sosok Mbak Paris lebih dicitrakan dengan kehidupan glamor dan foya-foya. Jauh dari kesan dermawan atau sosok yang memiliki kepedulian sosial tinggi. Kasus penggunaan kokain yang menyeretnya pada 2010 lalu misalnya semakin memperkuat citra tersebut.

Namun, siapa sangka di balik sosoknya yang glamor dan suka foya-foya, Mbak Paris ternyata juga adalah seorang yang sangat dermawan. Ini ditunjukkannya ketika memberi uang sebanyak Rp 18 juta kepada seorang ibu pengemis di jalanan Kota Mumbai, India saat melawat ke negeri tersebut beberapa waktu yang lalu.

Meskipun saat ini digadang-gadang sebagai salah satu kekuatan ekonomi barus Asia (emerging market). Dalam banyak hal, India sebetulnya lebih buruk dan kalah jauh dari Indonesia. Termasuk dalam hal jumlah orang miskin dan pengemis jalanan.

Di negeri ini orang miskin dan pengemis memang banyak, tetapi di India lebih banyak lagi. Kemiskinan begitu terasa di kota-kota besar seperti Mumbai dan Delhi yang dipenuhi pengemis jalanan dan gelandangan, lebih parah dari Jakarta. Dan pemandangan tersebut telah membuat Mbak Paris iba. Dalam akun twitter-nya, dia menulis,”India memang indah, tetapi beberapa bagiannya masih dilanda kemiskinan. Rasanya sedih sekali melihat bayi-bayi itu tidur di jalanan”.

Kedermawananan dan jiwa sosial Mbak Paris juga ditunjukkannya ketika berdarmawisata ke Bali. Mbak Paris yang baik hati merasa iba dengan Si Bleki (sekor anjing liar) yang tampak kurus. Karenanya, dia memesan buat Si Bleki, sang anjing kampung, satu porsi steak berharga Rp 600 ribu. Tak hanya itu, dia berencana menyisihkan sebagian hartanya untuk menolong anjing-anjing kampung tak terurus lainnya sperti Si Bleki.

Dalam lawatannya di Bali, Mbak Paris mungkin tidak berjumpa pengemis dan pemandangan kemiskinanseperti yang disaksikannya di Mumbai. Dan spertinya dia pun tak tahu kalau di negeri ini masih banyak orang yang nasibnya seperti, bahkan lebih buruk dari Si Bleki. Mereka hidup di sejumlah kolong jembatan di Ibu Kota dengan mengemis seperti rekannya di Mumbai yang juga miskin. Mereka miskin karena hanya mampu megeluarkan uang tidak lebih dari Rp 231.000 per bulan. Dan tentunya, mereka lebih pantas dikasihani daripada Si Bleki.


Jika Mbak Paris yang baik hati itu mampir ke Jakarta, dan lewat di perempatan kolong Jembatan Karet Bivak, Jakarta Pusat. Dia pasti akan menulis di akun twitter-nya, “Indonesia memang indah, bahkan sangat indah, tetapi beberapa bagiannya masih dilanda kemiskinan. Rasanya sedih sekali melihat bayi-bayi itu tidur di jalanan”. Karena di situ tinggal keluarga Ama (65) yang sehari-hari hidup sebagai pengemis (Kompas, 15/11/2011). Ama dan dua orang anak, satu menantu, serta dua orang cucunya tentu akan sangat bahagia jika diberi sedekah Rp 600 ribu oleh Mbak Paris, apalagi Rp 18 juta. Namun sayangnya, mereka tidak seberuntung Si Bleki atau Ibu Pengemis di Kota Mumbai.
******
Catatan: Menurut data BPS, pada Maret 2011 jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 30,02 juta jiwa atau 12,49 persen dari total penduduk. Mereka dikatakan miskin karena memiliki pengeluaran per kapita kurang dari Rp 231.000 per bulan atau Rp 7.700 per hari.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bisakah R2 (baca: R kuadrat) Bernilai Negatif?

Koefisien determinasi (R2) merupakan ukuran kecocokan hasil estimasi sebuah model regresi linier dengan data yang dimodelkan, atau biasa disebut ukuran goodness of fit dari sebuah model regresi linier. Dengan lain perkataan, R2 menunjukkan seberapa dekat garis regresi yang diestimasi dengan data yang sebenarnya atau seberapa besar proporsi variasi variabel respon yang dapat dijelaskan oleh garis regresi. Ukuran ini dapat digunakan jika semua asumsi terkait residual telah terpenuhi. Bisakah R2 Bernilai Negatif? Pada dasarnya, R2 tidak pernah bernilai negatif, kecuali model regresi yang digunakan tanpa intersep. Jika model regresi yang digunakan tanpa intersep, maka R2 tidak bermakna meskipun bernilai positif. Kelemahan mendasar dari  R2 adalah nilainya yang selalu bertambah ketika dilakukan penambahan variabel bebas ke dalam model, meskipun variabel tersebut tidak begitu penting dalam menjelaskan variabel respon (tidak signifikan). Untuk mengatasi hal ini digunakan R

Kesalahan Spesifikasi Model: Penyebab dan Solusi

Dalam ekonometrika, ketika kita bekerja dengan model-model struktural, yakni model dimana hubungan antara variabel dalam model didasarkan pada suatu kerangka teori ekonomi, keselahan spesifikasi model kerap kali terjadi. Hal ini merupakan masalah serius yang sering terjadi pada penelitian yang menggunakan model ekonometrik, khususnya regresi, sebagai  alat analisis. Kesalahan spesifikasi menyebabkan model yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk kepentingan analisis karena dapat menyesatkan ( misleading ). Sedikitnya,  ada dua gejala yang dapat dijadikan acuan untuk mengetahui kalau model yang kita gunakan mengalami kesalahan spesifikasi. Dua gejala tersebut adalah sebagai berikut: 1.   Hasil running model menunjukkan tanda koefisien regresi yang merepresentasikan arah hubungan antara variabel  penjelas dan variabel respon berseberangan atau tidak sesuai dengan teori.  Meski tidak selalu merupakan gejala terjadinya kesalahan spesifikasi, kehadiran gejala ini me

Di Balik Penurunan Jumlah Petani Gurem

Hingga kini, kemiskinan di Indonesia masih menjadi fenomena sektor pertanian. Secara faktual, sebagian besar penduduk miskin tinggal di desa dan bekerja sebagai petani dan buruh tani. Ditengarai, salah satu penyebab kemiskinan masih berpusat di sektor pertanian adalah penguasaan lahan pertanian oleh petani yang kian sempit. Skala usaha yang kecil mengakibatkan pendapatan dari kegiatan usaha tani tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup meski kegiatan usaha tani yang dijalankan sebetulnya cukup menguntungkan. Alhasil, kesejahteraan pun begitu sulit direngkuh. Kemarin (2 Desember), Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis jumlah petani gurem hasil Sensus Pertanian tahun 2013 (disingkat ST2013). Menurut BPS, petani gurem didefinisikan sebagai rumah tangga pertanian yang mengusahakan lahan pertanian kurang dari setengah hektar. BPS mencatat, jumlah petani gurem pada Mei 2013 sebanyak 14,25 juta rumah tangga atau sekitar 55,33 persen dari sekitar 26 juta rumah tangga