Langsung ke konten utama

Hari Ini, Populasi Dunia 7 Miliar Jiwa


Hari ini, PBB memperkirakan populasi dunia telah menyentuh angka 7 miliar jiwa. Statistik yang boleh dibilang fantastis jika dibandingkan dengan kondisi 100 tahun yang lalu, dimana populasi dunia kala itu hanya mencapai 1,65 miliar jiwa. Itu artinya, dalam satu abad terakhir, populasi dunia telah bertambah sekitar empat kali lipat.


Dari sisi sebaran, sebagian besar populasi dunia terkonsentrasi di Asia. Diperkirakan, sekitar 4,2 miliar atau 60 persen populasi dunia terdapat di Asia, dengan China dan India sebagai penyumbang populasi terbesar. Populasi China saat ini diperkirakan mencapai 1,3 miliar jiwa, sedangkan India diperkirakan mencapai 1,2 milayar jiwa.

Sebetulnya, populasi dunia hari ini bisa mendekati 8 miliar jiwa, jika China tidak menerapkan kebijakan pembatasan kelahiran yang dikenal dengan one child policy atau kebijakan hanya satu anak untuk satu keluarga sejak 30 tahun lalu.

One child policy yang diterapkan Cina sejak 25 Septemebr 1979 telah berhasil menekan angka kelahiran hingga 1,5 anak per wanita dan mencegah hampir setengah miliar kelahiran di negara ” Tirai Bambu” tersebut.

Namun belakangan ini, kekurangan dari kebijakan ini mulai tampak. Kini, China mulai dihantui ledakan jumlah penduduk usia tua−tidak produktif−dalam beberapa tahun ke depan. Diperkirakan, dalam lima tahun ke depan, jumlah penduduk China yang berumur lebih dari 60 tahun akan mencapai 212 juta orang atau sekitar 16 persen dari total populasi China.

Mereka dipastikan tidak lagi produktif secara ekonomi. Dan keberadaan mereka yang hanya menjadi beban bagi penduduk usia produktif akan menimbulkan berbagai masalah ekonomi dan sosial.

‘Bonus demografi’

Tidak seperti China yang tengah dihantui ledakan jumlah penduduk usia tua, Indonesia yang saat ini merupakan negara dengan populasi terbesar ke empat di dunia−setelah China, India, dan Amerika Serikat−nampaknya akan diuntungkan dengan jumlah penduduk yang saat ini diperkirakan telah mencapai 241 juta jiwa.

Hal ini dikarenakan struktur penduduk Indonesia yang lebih didominasi kelompok usia produktif. Menjadikan dependency ratio, yakni rasio antara jumlah penduduk usia tidak produktif terhadap penduduk usia produktif, Indonesia cukup kecil.

Dengan struktur penduduk yang didominasi kelompok usia produktif, sejumlah ekonom meramalkan bahwa pada tahun 2020 Indonesia akan mulai memperoleh yang namanya “bonus demografi”, yang ditandai dengan jumlah penduduk usia produktif yang dominan dan berpendapatan tinggi. Kondisi ini menjadikan pendapatan per kapita penduduk Indonesia sangat tinggi ─menurut sejumlah kalangan bisa menembus USD 10.000 pada tahun 2030. Dan menurut Chatib Bisri, bonus demografi yang akan dinikmati Indonesia berlangsung singkat, tidak lebih dari 20 tahun.

Namun penting untuk dicamkan, bonus demografi tersebut dapat diperoleh dengan sejumlah catatan.Pertama : Indonesia mampu mengendalikan laju pertumbuhan penduduknya. Berdasarkan hasil sensus 2010,  secara ratat-rata laju pertumbuhan penduduk Indonesia mencapai 1,49 persen per tahun dalam sepuluh tahun terakhir. Angka ini tentu masih cukup tinggi.

Kedua: Indonesia mampu menjamin linearitas pertumbuhan ekonominya seperti saat ini. Bahkan menurut Chatib Bisri,  pertumbuhan 6 atau 7 persen saja tidak cukup buat Indonesia. Menurut dia, Indonesia harus tumbuh minimal 8 persen per tahun untuk menggapai bonus demografinya.

Ketiga: saya kira ini yang paling penting. Penduduk usia produktif Indonesia berkualitas. Dan ini merupakan tantangan berat buat Indonesia. Karena hingga kini, harus diakui bahwa kualitas manusia Indonesia masih belum memuaskan. Tengok saja kondisi angkatan kerja kita yang bekerja pada Februari 2011. Sebagian besar mereka (76,34 persen) kenyataannya hanya menamatkan pendidikan maksimal SMP. Bahkan, 55 persen diantaranya hanya menamatkan pendidikan SD ke bawah.

Pada skala yang lebih luas, kualitas manusia Indonesia kenyatannya masih kalah jauh bila dibandingkan dengan sejumlah negara di kawasan ASEAN. Saat ini, Indonesia memang menguasai 40 persen perekonomian ASEAN. Akan tetapi, pada saat yang sama, kualitas pembangunan manusia Indonesia termasuk yang terendah di kawasan.

Berdasarkan laporan United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 2009,  skor Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia berada pada urutan ke 111 dari 182 negera, dengan skor IPM 71.6. Dan di kawasan ASEAN, Indonesia relitif tertinggal bila dibandingkan dengan Singapura, Brunai Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Filipina. Kita hanya lebih baik dibanding Laos, Kamboja, dan Myanmar. Ini artinya, kualitas dan kapabilitas manusia Indonesia yang meliputi tingkat pendidikan, kesehatan dan kesejahteraan memang masih relative tertinggal di kawasan ASEAN.
Jumlah penduduk yang tinggi, khususnya kelompok usia produktif, ibarat “pedang bermata dua”. Jika berkualitas, maka akan menjadi berkah dan keuntungan buat Indonesia. Jika sebaliknya, hanya akan menjadi beban, bahkan bencana buat Indonesia, karena dapat dipastikan jumlah pengangguran dan penduduk miskin akan semakin bertambah.

Karenanya, di samping harus mengendalikan laju pertumbuhan jumlah penduduk, peningkatan kualitas─tingkat pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan─juga mutlak dilakukan oleh pemerintah. Jika tidak, dapat dipastikan bonus demografi yang diidam-idamkan hanya akan tinggal mimpi.
*****

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bisakah R2 (baca: R kuadrat) Bernilai Negatif?

Koefisien determinasi (R2) merupakan ukuran kecocokan hasil estimasi sebuah model regresi linier dengan data yang dimodelkan, atau biasa disebut ukuran goodness of fit dari sebuah model regresi linier. Dengan lain perkataan, R2 menunjukkan seberapa dekat garis regresi yang diestimasi dengan data yang sebenarnya atau seberapa besar proporsi variasi variabel respon yang dapat dijelaskan oleh garis regresi. Ukuran ini dapat digunakan jika semua asumsi terkait residual telah terpenuhi. Bisakah R2 Bernilai Negatif? Pada dasarnya, R2 tidak pernah bernilai negatif, kecuali model regresi yang digunakan tanpa intersep. Jika model regresi yang digunakan tanpa intersep, maka R2 tidak bermakna meskipun bernilai positif. Kelemahan mendasar dari  R2 adalah nilainya yang selalu bertambah ketika dilakukan penambahan variabel bebas ke dalam model, meskipun variabel tersebut tidak begitu penting dalam menjelaskan variabel respon (tidak signifikan). Untuk mengatasi hal ini digunakan R

Kesalahan Spesifikasi Model: Penyebab dan Solusi

Dalam ekonometrika, ketika kita bekerja dengan model-model struktural, yakni model dimana hubungan antara variabel dalam model didasarkan pada suatu kerangka teori ekonomi, keselahan spesifikasi model kerap kali terjadi. Hal ini merupakan masalah serius yang sering terjadi pada penelitian yang menggunakan model ekonometrik, khususnya regresi, sebagai  alat analisis. Kesalahan spesifikasi menyebabkan model yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk kepentingan analisis karena dapat menyesatkan ( misleading ). Sedikitnya,  ada dua gejala yang dapat dijadikan acuan untuk mengetahui kalau model yang kita gunakan mengalami kesalahan spesifikasi. Dua gejala tersebut adalah sebagai berikut: 1.   Hasil running model menunjukkan tanda koefisien regresi yang merepresentasikan arah hubungan antara variabel  penjelas dan variabel respon berseberangan atau tidak sesuai dengan teori.  Meski tidak selalu merupakan gejala terjadinya kesalahan spesifikasi, kehadiran gejala ini me

Di Balik Penurunan Jumlah Petani Gurem

Hingga kini, kemiskinan di Indonesia masih menjadi fenomena sektor pertanian. Secara faktual, sebagian besar penduduk miskin tinggal di desa dan bekerja sebagai petani dan buruh tani. Ditengarai, salah satu penyebab kemiskinan masih berpusat di sektor pertanian adalah penguasaan lahan pertanian oleh petani yang kian sempit. Skala usaha yang kecil mengakibatkan pendapatan dari kegiatan usaha tani tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup meski kegiatan usaha tani yang dijalankan sebetulnya cukup menguntungkan. Alhasil, kesejahteraan pun begitu sulit direngkuh. Kemarin (2 Desember), Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis jumlah petani gurem hasil Sensus Pertanian tahun 2013 (disingkat ST2013). Menurut BPS, petani gurem didefinisikan sebagai rumah tangga pertanian yang mengusahakan lahan pertanian kurang dari setengah hektar. BPS mencatat, jumlah petani gurem pada Mei 2013 sebanyak 14,25 juta rumah tangga atau sekitar 55,33 persen dari sekitar 26 juta rumah tangga