Langsung ke konten utama

Trotoar dan Pilkada DKI


Sebelum meninggal dunia, wartawan Kompas Abun Sanda rutin menulis artikel pendek di halaman muka Koran Kompas. Tulisannya, kalau tidak salah, dimuat setiap hari Selasa. Saya adalah salah satu penggemar setia artikelnya.

Bahasa tulisannya sederhana namun memikat. Selalu ada pelajaran berharga dan pesan kuat di setiap artikel yang ia tulis.

Kebanyakan tulisan Abun Sanda berkisah tentang pengalamannya berinteraksi dengan para pebisnis sukses di tanah air. Dari tulisannya kita jadi tahu bahwa para pengusaha sukses tanah air bukanlah orang-orang yang hanya berfokus mengejar laba.

Selain kesuksesan dalam berbisnis dan memupuk kekayaan, mereka ternyata juga punya sisi humanisme yang dapat menginspirasi banyak orang, misalnya, sikap setia kawan, kedermawanan, dan kesederhanaan. Inspirasi inilah yang dibagi Abun Sanda lewat tulisannya. Kumpulan artikel inspiratif Abun Sanda tersebut telah dihimpun dalam sebuah buku berjudul "Tawa dan Inspirasi Bisnis Abun Sanda" yang diterbitkan Kompas Gramedia.

Sebagian tulisan Abun Sanda juga berkisah tentang pengalamannya meliput di luar negeri. Terkait hal ini, salah satu tulisannya yang menarik adalah tentang kondisi trotoar di kota-kota maju di luar negeri seperti Tokyo, Singapura, dan sejumlah kota di Eropa.

Ia berkisah tentang bagaimana trotoar di kota-kota tersebut diurus dengan sangat serius dan dibuat dengan material terbaik.Trotoarnya juga bersih dan lapang sehingga membuat orang merasa nyaman dan betah berjalan kaki.

Di kota-kota tersebut, trotoar menjadi ruang publik, tempat untuk melepas penat dan membangun relasi dan kohesi antara sesama warga.

Ia kemudian membandingkannya dengan kondisi trotoar di Jakarta yang kurang terurus dengan baik dan acapkali kurang bersahabat terhadap pejalan kaki. Di Jakarta, trotoar tidak hanya digunakan oleh pedestrian, tapi juga para pedagang kaki lima. Saat jalanan macet, trotoar seringkali menjadi jalur sepeda motor. Yang terakhir ini adalah pengalaman pribadi saat saya tinggal di Kemayoran.

Menurut Abun Sanda, kondisi trotoar adalah salah satu tolak ukur kemajuan peradaban sebuah kota dan warganya. Simbol sejuah mana sebuah kota menghargai hak para pejalan kaki.

Saat berkeliling di pusat Kota Melbourne beberapa waktu lalu, saya kembali teringat dengan tulisan Abun Sanda. Trotoar kota yang dinobatkan sebagai the most liveable city in the world ini terasa begitu hidup dengan kerumunan pejalan kaki. Persis seperti yang dikisahkan Abun Sanda, trotoarnya lapang, bersih, dan sangat terawat.

Saat terkagum-kagum dengan pemandangan yang tersaji di depan mata, pikiran saya seketika melayang ke Jakarta yang tengah disibukkan dengan perhelatan pilkada.

Mudah-mudahan, para calon gubernur yang tengah bertarung untuk memenangkan hati warga Jakarta berkenan menjadikan persoalan trotoar ini sebagai salah satu agenda utama dalam membangun dan membenahi Jakarta. Agar kota yang telah berumur lebih dari 400 tahun itu menjadi lebih humanis dan nyaman bagi warganya. (*)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bisakah R2 (baca: R kuadrat) Bernilai Negatif?

Koefisien determinasi (R2) merupakan ukuran kecocokan hasil estimasi sebuah model regresi linier dengan data yang dimodelkan, atau biasa disebut ukuran goodness of fit dari sebuah model regresi linier. Dengan lain perkataan, R2 menunjukkan seberapa dekat garis regresi yang diestimasi dengan data yang sebenarnya atau seberapa besar proporsi variasi variabel respon yang dapat dijelaskan oleh garis regresi. Ukuran ini dapat digunakan jika semua asumsi terkait residual telah terpenuhi. Bisakah R2 Bernilai Negatif? Pada dasarnya, R2 tidak pernah bernilai negatif, kecuali model regresi yang digunakan tanpa intersep. Jika model regresi yang digunakan tanpa intersep, maka R2 tidak bermakna meskipun bernilai positif. Kelemahan mendasar dari  R2 adalah nilainya yang selalu bertambah ketika dilakukan penambahan variabel bebas ke dalam model, meskipun variabel tersebut tidak begitu penting dalam menjelaskan variabel respon (tidak signifikan). Untuk mengatasi hal ini digunakan R

Kesalahan Spesifikasi Model: Penyebab dan Solusi

Dalam ekonometrika, ketika kita bekerja dengan model-model struktural, yakni model dimana hubungan antara variabel dalam model didasarkan pada suatu kerangka teori ekonomi, keselahan spesifikasi model kerap kali terjadi. Hal ini merupakan masalah serius yang sering terjadi pada penelitian yang menggunakan model ekonometrik, khususnya regresi, sebagai  alat analisis. Kesalahan spesifikasi menyebabkan model yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk kepentingan analisis karena dapat menyesatkan ( misleading ). Sedikitnya,  ada dua gejala yang dapat dijadikan acuan untuk mengetahui kalau model yang kita gunakan mengalami kesalahan spesifikasi. Dua gejala tersebut adalah sebagai berikut: 1.   Hasil running model menunjukkan tanda koefisien regresi yang merepresentasikan arah hubungan antara variabel  penjelas dan variabel respon berseberangan atau tidak sesuai dengan teori.  Meski tidak selalu merupakan gejala terjadinya kesalahan spesifikasi, kehadiran gejala ini me

Di Balik Penurunan Jumlah Petani Gurem

Hingga kini, kemiskinan di Indonesia masih menjadi fenomena sektor pertanian. Secara faktual, sebagian besar penduduk miskin tinggal di desa dan bekerja sebagai petani dan buruh tani. Ditengarai, salah satu penyebab kemiskinan masih berpusat di sektor pertanian adalah penguasaan lahan pertanian oleh petani yang kian sempit. Skala usaha yang kecil mengakibatkan pendapatan dari kegiatan usaha tani tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup meski kegiatan usaha tani yang dijalankan sebetulnya cukup menguntungkan. Alhasil, kesejahteraan pun begitu sulit direngkuh. Kemarin (2 Desember), Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis jumlah petani gurem hasil Sensus Pertanian tahun 2013 (disingkat ST2013). Menurut BPS, petani gurem didefinisikan sebagai rumah tangga pertanian yang mengusahakan lahan pertanian kurang dari setengah hektar. BPS mencatat, jumlah petani gurem pada Mei 2013 sebanyak 14,25 juta rumah tangga atau sekitar 55,33 persen dari sekitar 26 juta rumah tangga