Langsung ke konten utama

Rahasia Hidup Bahagia dan Umur Panjang


Apa yang membuat orang bahagia dan tetap sehat dalam menjalani hidup?
Sebuah studi yang dilakukan oleh Universitas Harvard tentang perkembangan hidup orang dewasa (the Harvard Study of Adult Development) telah mengungkap jawaban dari pertanyaan ini: hubungan sosial yang terjalin dengan baik. Kebahagiaan ternyata bukan melulu soal materi dan popularitas seperti yang dipikirkan oleh banyak orang.
Hasil studi ini menyimpulkan bahwa kualitas hubungan yang terjalin dengan keluarga, sabahat, dan komunitas merupakan faktor penentu dan sangat memengaruhi tingkat kebahagiaan dan kualitas kesehatan seseorang dalam menjalani hidup.
Studi yang dilakukan secara berkesinambungan (panel study) selama lebih dari 75 tahun--dan terus berlangsung hingga saat ini-- dengan mengikuti kehidupan 724 remaja di Amerika Serikat sejak tahun 1938 ini menemukan bahwa hubungan sosial sangat penting bagi kehidupan seseorang, dan kesendirian (loneliness) berdampak buruk bagi kehidupan kita.
Mereka yang memiliki hubungan sosial yang baik dengan keluarga, sahabat, dan komunitas cenderung lebih bahagia dan memiliki kondisi kesehatan yang lebih baik serta berumur lebih panjang ketimbang mereka yang memiliki konektifitas sosial yang buruk.
Sementara itu, mereka yang hidup dalam kesendirian dan terisolasi dari orang lain cenderung kurang bahagia dan berumur lebih pendek. Kondisi kesehatan dan fungsi otak mereka juga lebih cepat menurun seiring berjalannya waktu.
Temuan Universitas Harvard ini nampaknya sejalan dengan hasil Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) masyarakat Indonesia yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Agustus lalu.
Seperti diketahui, BPS melaporkan bahwa indeks kebahagiaan masyarakat Indonesia yang diukur melalui 19 indikator yang mewakili tiga dimensi kebahagiaan (kepuasan hidup, perasaan, dan makna hidup) mencapai 70,69 pada skala 0-100. Itu artinya, secara umum masyarakat Indonesia tergolong bahagia.
Salah satu pertanyaan yang muncul di benak banyak orang terkait rilis BPS ini tentu saja adalah apa rahasia yang membuat masyarakat Indonesia secara umum merasa bahagia padahal pada saat yang sama kesulitan ekonomi dan kondisi hidup serba kekurangan masih menjadi fenomena keseharian yang harus dihadapi oleh puluhan juta penduduk negeri ini.
Jika ditelaah lebih jauh, indikator-indikator yang merepresentasikan kualitas hubungan sosial dengan keluarga dan lingkungan sekitar ternyata merupakan kontributor utama indeks kebahagiaan yang mencapai 70,69 tersebut. Di antara 19 indikator yang ada, variabel keharmonisan keluarga merupakan indikator dengan kontribusi tertinggi dengan skor mencapai 80,05. Hal ini mampu mengkompensasi skor dimensi materi yang boleh dibilang relatif rendah, seperti pendapatan rumah tangga (62,99) serta kondisi rumah, dan fasilitas rumah (69,28).
Selain itu, sumbangan variabel hubungan sosial kemasyarakatan dan hubungan positif dengan orang lain juga cukup signifikan, yakni dengan skor masing-masing sebesar 75,45 dan 71,93.
Tidak mengherankan jika pada level provinsi, indeks kebahagiaan tertinggi secara nasional diraih oleh Provinsi Maluku Utara dengan skor indeks sebesar 75,68. Mengapa penduduk provinsi di wilayah Indonesia Timur, yang dari sisi kemajuan pembangunan boleh dibilang relatif tertinggal, ini justru paling bahagia dibanding penduduk provinsi lain di Indonesia? Jawabannya ternyata ada pada kualitas konektivitas sosial masyarakatnya yang sangat baik. Hal ini tercermin dari skor dimensi kepuasaan hidup sosial yang mencapai 80,1 (tertinggi secara nasional).
Karena itu, jika Anda ingin bahagia dan berumur panjang resepnya ternyata sederhana: rawat dan perbaikilah kualitas hubungan Anda dengan keluarga, sahabat, dan masyarakat di lingkungan tempat tinggal Anda. (*)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bisakah R2 (baca: R kuadrat) Bernilai Negatif?

Koefisien determinasi (R2) merupakan ukuran kecocokan hasil estimasi sebuah model regresi linier dengan data yang dimodelkan, atau biasa disebut ukuran goodness of fit dari sebuah model regresi linier. Dengan lain perkataan, R2 menunjukkan seberapa dekat garis regresi yang diestimasi dengan data yang sebenarnya atau seberapa besar proporsi variasi variabel respon yang dapat dijelaskan oleh garis regresi. Ukuran ini dapat digunakan jika semua asumsi terkait residual telah terpenuhi. Bisakah R2 Bernilai Negatif? Pada dasarnya, R2 tidak pernah bernilai negatif, kecuali model regresi yang digunakan tanpa intersep. Jika model regresi yang digunakan tanpa intersep, maka R2 tidak bermakna meskipun bernilai positif. Kelemahan mendasar dari  R2 adalah nilainya yang selalu bertambah ketika dilakukan penambahan variabel bebas ke dalam model, meskipun variabel tersebut tidak begitu penting dalam menjelaskan variabel respon (tidak signifikan). Untuk mengatasi hal ini digunak...

Kesalahan Spesifikasi Model: Penyebab dan Solusi

Dalam ekonometrika, ketika kita bekerja dengan model-model struktural, yakni model dimana hubungan antara variabel dalam model didasarkan pada suatu kerangka teori ekonomi, keselahan spesifikasi model kerap kali terjadi. Hal ini merupakan masalah serius yang sering terjadi pada penelitian yang menggunakan model ekonometrik, khususnya regresi, sebagai  alat analisis. Kesalahan spesifikasi menyebabkan model yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk kepentingan analisis karena dapat menyesatkan ( misleading ). Sedikitnya,  ada dua gejala yang dapat dijadikan acuan untuk mengetahui kalau model yang kita gunakan mengalami kesalahan spesifikasi. Dua gejala tersebut adalah sebagai berikut: 1.   Hasil running model menunjukkan tanda koefisien regresi yang merepresentasikan arah hubungan antara variabel  penjelas dan variabel respon berseberangan atau tidak sesuai dengan teori.  Meski tidak selalu merupakan gejala terjadinya kesalahan spesifikasi,...

Beda Perempuan Jepang dan Perempuan Indonesia

Sesuai judulnya, fokus dari tulisan ini adalah bahasan mengenai perbedaan antara perempuan Jepang dan perempuan Indonesia. Tentu ada banyak perbedaan di antara keduanya. Dari sekian banyak perbedaan itu, tulisan ini mencoba mengulas perbedaan antara perempuan Jepang dan Indonesia dalam hal menikah dan memiliki anak. Perbedaan antara perempuan Jepang dan Indonesia dalam hal menikah dan memiliki anak tentu tidak lepas dari pengaruh posisi kedua negara, yang satu sebagai negara maju (Jepang) dan satunya lagi sebagai negara berkembang atau dunia ketiga (Indonesia). Secara rata-rata, perempuan Jepang sudah pasti well educated jika dibandingkan dengan perempuan Indonesia. Kondisi ini tentu sangat memengaruhi perbedaan paradigma atau cara pandang perempuan kedua negara terhadap yang namanya menikah dan memiliki anak. Enggan buru-buru menikah Secara tradisional, umur menikah ( marriage age ) perempaun Jepang adalah antara 23 sampai dengan 25 tahun. Di Jepang, perempuan yang belum ...