Langsung ke konten utama

Konsep dan Definisi


Seandainya tak menjadi intsruktur nasional Survei Pendatapan Rumah Tangga Usaha Pertanian 2013 (SPP-2013) di Hotel Grand Pujon, Kota Batu, seperti saat ini, barangkali saya tak bakal tahu jawaban yang tepat atas pertanyaan yang menjadi judul tulisan ini.

Bagi kita yang sering berkecimpung dalam dunia pengumpulan data, konsep dan definisi adalah dua kata yang tak asing lagi. Begitu sering terdengar dan kerap kali terucap dari lisan kita.

Tapi, pernah kita berpikir dan merenung apa sebetulnya makna yang tepat untuk dua kata yang tidak ada penjelasannya dalam buku pedoman pencacahan ini?

Saya yakin, kita tak bakal mampu memberi penjelasan yang memuaskan bila ada orang--katakanlah petugas atau peserta pelatihan--yang iseng menanyakan makna dari dua kata ini, meski kita acap kali mengucapkannya secara lantang dan penuh percaya diri.

Saya baru mengetahui makna dari konsep dan definisi secara jelas dan terang setelah menyimak pidato Kepala BPS Provinsi Jawa Timur, Pak Juosairi Hasbullah, dalam acara pembukaan pelatihan beberapa waktu lalu. Penulis buku "Tangguh dengan Statistik" ini mampu menguraikan makna konsep dan definisi secara gamblang di depan ratusan peserta pelatihan SPP-2013.

Menurut beliau, konsep merupakan asal muasal ilmu pengetahuan. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan dibangun berdasarkan konsep-konsep. Dan bahwasanya dunia ini hanyalah kumpulan dari konsep.

Terus, apa itu konsep? Konsep adalah sesuatu yang diberi atribut. Misalnya, semua yang tumbuh di atas kepala, yang ditutupi kerudung atau peci, disebut rambut. Dalam hal ini kita telah memberi atribut berupa "rambut" terhadap suatu benda yang tumbuh di atas kepala.

Sementara definisi adalah batasan yang kita berikan terhadap konsep. Dalam kasus rambut ini, misalnya, benda yang memiliki ciri-ciri serupa dengannya namun tidak tumbuh di atas kepala disebut bulu. Jadi, tak ada yang namanya rambut kaki dan rambut dada, tapi bulu kaki dan bulu dada. Karena kita sudah membatasi bahwa konsep rambut hanya diperuntukkan untuk sesuatu yang tumbuh di atas kepala.

Rada filosofis memang. Semoga tak membuat Anda semakin bingung...hehehe. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bisakah R2 (baca: R kuadrat) Bernilai Negatif?

Koefisien determinasi (R2) merupakan ukuran kecocokan hasil estimasi sebuah model regresi linier dengan data yang dimodelkan, atau biasa disebut ukuran goodness of fit dari sebuah model regresi linier. Dengan lain perkataan, R2 menunjukkan seberapa dekat garis regresi yang diestimasi dengan data yang sebenarnya atau seberapa besar proporsi variasi variabel respon yang dapat dijelaskan oleh garis regresi. Ukuran ini dapat digunakan jika semua asumsi terkait residual telah terpenuhi. Bisakah R2 Bernilai Negatif? Pada dasarnya, R2 tidak pernah bernilai negatif, kecuali model regresi yang digunakan tanpa intersep. Jika model regresi yang digunakan tanpa intersep, maka R2 tidak bermakna meskipun bernilai positif. Kelemahan mendasar dari  R2 adalah nilainya yang selalu bertambah ketika dilakukan penambahan variabel bebas ke dalam model, meskipun variabel tersebut tidak begitu penting dalam menjelaskan variabel respon (tidak signifikan). Untuk mengatasi hal ini digunakan R

Kesalahan Spesifikasi Model: Penyebab dan Solusi

Dalam ekonometrika, ketika kita bekerja dengan model-model struktural, yakni model dimana hubungan antara variabel dalam model didasarkan pada suatu kerangka teori ekonomi, keselahan spesifikasi model kerap kali terjadi. Hal ini merupakan masalah serius yang sering terjadi pada penelitian yang menggunakan model ekonometrik, khususnya regresi, sebagai  alat analisis. Kesalahan spesifikasi menyebabkan model yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk kepentingan analisis karena dapat menyesatkan ( misleading ). Sedikitnya,  ada dua gejala yang dapat dijadikan acuan untuk mengetahui kalau model yang kita gunakan mengalami kesalahan spesifikasi. Dua gejala tersebut adalah sebagai berikut: 1.   Hasil running model menunjukkan tanda koefisien regresi yang merepresentasikan arah hubungan antara variabel  penjelas dan variabel respon berseberangan atau tidak sesuai dengan teori.  Meski tidak selalu merupakan gejala terjadinya kesalahan spesifikasi, kehadiran gejala ini me

Di Balik Penurunan Jumlah Petani Gurem

Hingga kini, kemiskinan di Indonesia masih menjadi fenomena sektor pertanian. Secara faktual, sebagian besar penduduk miskin tinggal di desa dan bekerja sebagai petani dan buruh tani. Ditengarai, salah satu penyebab kemiskinan masih berpusat di sektor pertanian adalah penguasaan lahan pertanian oleh petani yang kian sempit. Skala usaha yang kecil mengakibatkan pendapatan dari kegiatan usaha tani tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup meski kegiatan usaha tani yang dijalankan sebetulnya cukup menguntungkan. Alhasil, kesejahteraan pun begitu sulit direngkuh. Kemarin (2 Desember), Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis jumlah petani gurem hasil Sensus Pertanian tahun 2013 (disingkat ST2013). Menurut BPS, petani gurem didefinisikan sebagai rumah tangga pertanian yang mengusahakan lahan pertanian kurang dari setengah hektar. BPS mencatat, jumlah petani gurem pada Mei 2013 sebanyak 14,25 juta rumah tangga atau sekitar 55,33 persen dari sekitar 26 juta rumah tangga