Langsung ke konten utama

JK, Tak Ada Matinya

Konon, tatkala Soedarmono mengakhiri masa jabatannya sebagi wakil presiden, ia merasa begitu kesepian. Setelah tak lagi menjabat sebagai wakil presiden, memang nyaris tak ada lagi yang terdengar dari mantan wakil presiden Indonesia kelima itu hingga ia tutup usia pada 25 Januari 2006.

Lain Soedarmono, lain pula Jusuf Kalla (JK). Mantan wakil presiden Indonesia kesepuluh ini tak mengenal kata kesepian setelah tak lagi menjabat sebagai wakil presiden. JK tetap eksis dan sangat aktif di ladang sosial dan kemanusiaan meskipun tak lagi menjabat. Orang tentu bisa melihat bagaimana Palang Merah Indonesia (PMI) begitu bergairah di bawah kepemimpinannya. Kiprahnya di bidang perdamaian, baik di kancah nasional maupun internasional, juga membanggakan.

JK memang sedikit istimewa dibanding para mantan wakil presiden negeri ini, para pendahulunya. Mungkin cuma JK mantan wakil presiden yang kerap menghiasi pemberitaan media—cetak, elektronik, dan online. Nyaris saban hari, meskipun ia tak lagi menjabat sebagai wakil presiden. Berbagai aktivitasnya di ladang sosial dan kemanusian selalu menjadi sorotan media. JK juga selalu  dimintai pendapat mengenai berbagai persoalan yang tengah dihadapi negeri ini.

Apa yang dialami JK saat ini tentu tak lepas dari apa yang telah dilakukannya selama menjadi pejabat publik, utamanya saat menjabat sebagai wakil presiden. Sebagaimana yang kerap dikatakannya dalam berbagai kesempatan, setiap orang (public figure) akan dinilai—oleh rakyat—berdasarkan  rekam jejaknya, berdasarkan dosa dan amal publiknya. Dan, rekam jejak JK selama menjadi menteri dan wakil presiden memang mengesankan. JK juga adalah sosok yang memiliki segudang amal publik, dan nyaris tanpa dosa publik.

Banyak yang percaya, sejumlah keberhasilan yang direngkuh  pemerintahan SBY-JK, seperti konversi minyak tanah ke gas dan perdamaian di Tanah Rencong merupakan buah dari kerja JK. Kita tentu masih ingat pernyataan Syafe’i Maarif, mantan ketua Muhammadiyah, yang menyebut JK sebagai the real president. Menurut Maarif, JK-lah sebetulnya tokoh kunci di balik moncernya kinerja pemerintaha SBY-JK kala itu. Dan nampaknya, ini bukan pandangan Maarif seorang. Kenyataannya, banyak pihak yang juga setuju dengan pandangan tersebut. Di sejumlah media online seperti Kompas.com dan VivaNews, misalnya, kerap kita jumpai kesalahan tulis pada beberapa berita tentang JK. Wartawan sering menulis bahwa JK adalah “mantan Presiden Republik Indonesia”. Terlepas hal tersebut merupakan sebuah kesalahan yang disengaja atau tidak, ini menunjukkan betapa sosok JK yang lincah, cepat, dan cekatan itu begitu berkesan dan sulit dilupakan, bahwa ia memang telah melakukan apa yang tidak dilakukan oleh para pendahulunya, yakni tidak hanya menjadi pelengkap dan ban serep dalam pemerintahan.

Saat ini, nampaknya ada kerinduan pada sebagian orang akan kehadiran sosok JK. Kerinduan akan sosok pemimpin yang mampu bertindak tegas, gesit, cepat,  lincah lagi cekatan. Hasil survei yang dirilis oleh sejumlah lembaga survei terkait elektabilitas JK sebagai calon presiden atau wakil presiden mengkonfirmasi akan hal itu. Tingkat keterpilihan JK selalu mengesankan di hampir semua survei. Hasil survei terbaru yang dirilis PolitivalWeve.com, misalnya, menunjukkan bahwa JK bakal menjadi kandidat yang akan diperebutkan (favorit) pada pemilihan presiden 2014 nanti.

Dengan segudang pengalaman yang dimiliki dan rekam jejaknya yang mengesankan, JK memang layak diberi kesempatan untuk memimpin negeri ini. JK tahu betul permasalahan negeri ini dan punya jalan keluarnya. Lee Kuan Yew, mantan Perdana Menteri Singapura, pernah bertutur bahwa JK adalah orang yang tahu betul permasalahan Indonesia, sayang ia cuma seorang wakil presiden. Kalaupun tak menjadi presiden atau kembali menjadi wakil presiden tentu tak menjadi soal buat JK. Karena bagi JK, jabatan hanyalah sarana untuk mengabdikan diri dan memberikan yang terbaik kepada bangsa dan negara. Tanpa menjadi seorang pejabat pun JK akan tetap eksis berkontribusi bagi kemajuan bangsa dan negara. Karena—pengabdian –JK tak ada matinya. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bisakah R2 (baca: R kuadrat) Bernilai Negatif?

Koefisien determinasi (R2) merupakan ukuran kecocokan hasil estimasi sebuah model regresi linier dengan data yang dimodelkan, atau biasa disebut ukuran goodness of fit dari sebuah model regresi linier. Dengan lain perkataan, R2 menunjukkan seberapa dekat garis regresi yang diestimasi dengan data yang sebenarnya atau seberapa besar proporsi variasi variabel respon yang dapat dijelaskan oleh garis regresi. Ukuran ini dapat digunakan jika semua asumsi terkait residual telah terpenuhi. Bisakah R2 Bernilai Negatif? Pada dasarnya, R2 tidak pernah bernilai negatif, kecuali model regresi yang digunakan tanpa intersep. Jika model regresi yang digunakan tanpa intersep, maka R2 tidak bermakna meskipun bernilai positif. Kelemahan mendasar dari  R2 adalah nilainya yang selalu bertambah ketika dilakukan penambahan variabel bebas ke dalam model, meskipun variabel tersebut tidak begitu penting dalam menjelaskan variabel respon (tidak signifikan). Untuk mengatasi hal ini digunakan R

Kesalahan Spesifikasi Model: Penyebab dan Solusi

Dalam ekonometrika, ketika kita bekerja dengan model-model struktural, yakni model dimana hubungan antara variabel dalam model didasarkan pada suatu kerangka teori ekonomi, keselahan spesifikasi model kerap kali terjadi. Hal ini merupakan masalah serius yang sering terjadi pada penelitian yang menggunakan model ekonometrik, khususnya regresi, sebagai  alat analisis. Kesalahan spesifikasi menyebabkan model yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk kepentingan analisis karena dapat menyesatkan ( misleading ). Sedikitnya,  ada dua gejala yang dapat dijadikan acuan untuk mengetahui kalau model yang kita gunakan mengalami kesalahan spesifikasi. Dua gejala tersebut adalah sebagai berikut: 1.   Hasil running model menunjukkan tanda koefisien regresi yang merepresentasikan arah hubungan antara variabel  penjelas dan variabel respon berseberangan atau tidak sesuai dengan teori.  Meski tidak selalu merupakan gejala terjadinya kesalahan spesifikasi, kehadiran gejala ini me

Di Balik Penurunan Jumlah Petani Gurem

Hingga kini, kemiskinan di Indonesia masih menjadi fenomena sektor pertanian. Secara faktual, sebagian besar penduduk miskin tinggal di desa dan bekerja sebagai petani dan buruh tani. Ditengarai, salah satu penyebab kemiskinan masih berpusat di sektor pertanian adalah penguasaan lahan pertanian oleh petani yang kian sempit. Skala usaha yang kecil mengakibatkan pendapatan dari kegiatan usaha tani tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup meski kegiatan usaha tani yang dijalankan sebetulnya cukup menguntungkan. Alhasil, kesejahteraan pun begitu sulit direngkuh. Kemarin (2 Desember), Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis jumlah petani gurem hasil Sensus Pertanian tahun 2013 (disingkat ST2013). Menurut BPS, petani gurem didefinisikan sebagai rumah tangga pertanian yang mengusahakan lahan pertanian kurang dari setengah hektar. BPS mencatat, jumlah petani gurem pada Mei 2013 sebanyak 14,25 juta rumah tangga atau sekitar 55,33 persen dari sekitar 26 juta rumah tangga