Langsung ke konten utama

Donasi Sang Pejabat

Acara pisah sambut pejabat eselon satu dan dua di lingkungan kedeputian statistik produksi, Badan Pusat Statistik, siang itu berlangsung dengan penuh keceriaan. Ada canda-tawa yang menyelingi serta sedikit keharuan akan nostalgia masa lalu.

Setahun yang lalu, di tempat yang sama dan dalam konteks acara yang kurang lebih sama--yakni pisah sambut pejabat eselon dua--ada kejadian yang sedikit tak mengenekkan. Tatkala rangkuman kesan dan pesan seluruh staf dan pejabat struktural dibacakan, terselip sebuah kalimat yang boleh dibilang memojokkan sang pejabat yang seharusnya menjadi bintang dalam acara itu: bahwa sang pejabat adalah orang yang pelit. 

Tentulah sang pejabat tersebut tak enak hati, dan dalam penyempaian kesan dan pesannya kepada seluruh hadiran dia pun memcoba membela diri, bahwa dia sebetulnya tidak pelit, hanya berusaha berhemat. Orang hemat dan pelit memang beda-beda tipis. Dia juga mengatakan bahwa sering bersedekah--bukan kepada bawahan--namun tidak dipublis ke khalayak agar tidak dianggap riyak.

Tapi apa yang terjadi siang itu sungguh berbeda, semua kesan dan pesan yang dibacakan isinya bagus-bagus. Yang ada hanya sanjungan dan puji-pujian. Mudah-mudahan itu bukan karena polesan editor, dan segenap sanjungan dan puji-pujian yang disampakan untuk sang pejabat siang itu benar- benar tulus serta apa adanya. Tanpa yang namanya unggah-ungguh dan mendem jero kata orang Jawa.

Kala menjadi pejabat--dengan segala prestise, kewibawaan, dan power yang dimiliki--orang sering lupa bahwa dia harus menghormati dan menghargai serta memperlakukan bawahannnya sebagaimana mereka menghormati, menghargai, dan memperlakukan dirinya. Bahwa sekedar tegur sapanya yang disertai senyum terkulum kepada para bawahan adalah sebuah donasi yang begitu berharga. Donasi yang terkadang membuat loyalitas dan elan mereka dalam bekerja menjadi bergelora. Donasi yang balasannya bakal diperoleh sang pejabat setelah dia tak lagi menjabat, saat para bawahannya melihat dirinya sebagai orang biasa yang tak harus melulu dihargai, dihormati, serta diperlakukan secara baik karena dia seorang pejabat.

Sayang, yang terjadi sebagian pejabat justru membangun tembok dan berjarak dengan bawahannya. Sibuk menjaga citra, image, dan wibawa. Dia lupa bahwa jabatan yang sedang diemban hanyalah lelakon hidup yang sifatnya sesaat, tak abadi. Akan tiba masanya semua itu berakhir. Dan ketika saat itu datang, orang akan memperlakukan dirinya sebagai orang biasa, sesuai donasi yang telah dilakukannya ketika menjabat. (*)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bisakah R2 (baca: R kuadrat) Bernilai Negatif?

Koefisien determinasi (R2) merupakan ukuran kecocokan hasil estimasi sebuah model regresi linier dengan data yang dimodelkan, atau biasa disebut ukuran goodness of fit dari sebuah model regresi linier. Dengan lain perkataan, R2 menunjukkan seberapa dekat garis regresi yang diestimasi dengan data yang sebenarnya atau seberapa besar proporsi variasi variabel respon yang dapat dijelaskan oleh garis regresi. Ukuran ini dapat digunakan jika semua asumsi terkait residual telah terpenuhi. Bisakah R2 Bernilai Negatif? Pada dasarnya, R2 tidak pernah bernilai negatif, kecuali model regresi yang digunakan tanpa intersep. Jika model regresi yang digunakan tanpa intersep, maka R2 tidak bermakna meskipun bernilai positif. Kelemahan mendasar dari  R2 adalah nilainya yang selalu bertambah ketika dilakukan penambahan variabel bebas ke dalam model, meskipun variabel tersebut tidak begitu penting dalam menjelaskan variabel respon (tidak signifikan). Untuk mengatasi hal ini digunakan R

Kesalahan Spesifikasi Model: Penyebab dan Solusi

Dalam ekonometrika, ketika kita bekerja dengan model-model struktural, yakni model dimana hubungan antara variabel dalam model didasarkan pada suatu kerangka teori ekonomi, keselahan spesifikasi model kerap kali terjadi. Hal ini merupakan masalah serius yang sering terjadi pada penelitian yang menggunakan model ekonometrik, khususnya regresi, sebagai  alat analisis. Kesalahan spesifikasi menyebabkan model yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk kepentingan analisis karena dapat menyesatkan ( misleading ). Sedikitnya,  ada dua gejala yang dapat dijadikan acuan untuk mengetahui kalau model yang kita gunakan mengalami kesalahan spesifikasi. Dua gejala tersebut adalah sebagai berikut: 1.   Hasil running model menunjukkan tanda koefisien regresi yang merepresentasikan arah hubungan antara variabel  penjelas dan variabel respon berseberangan atau tidak sesuai dengan teori.  Meski tidak selalu merupakan gejala terjadinya kesalahan spesifikasi, kehadiran gejala ini me

Di Balik Penurunan Jumlah Petani Gurem

Hingga kini, kemiskinan di Indonesia masih menjadi fenomena sektor pertanian. Secara faktual, sebagian besar penduduk miskin tinggal di desa dan bekerja sebagai petani dan buruh tani. Ditengarai, salah satu penyebab kemiskinan masih berpusat di sektor pertanian adalah penguasaan lahan pertanian oleh petani yang kian sempit. Skala usaha yang kecil mengakibatkan pendapatan dari kegiatan usaha tani tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup meski kegiatan usaha tani yang dijalankan sebetulnya cukup menguntungkan. Alhasil, kesejahteraan pun begitu sulit direngkuh. Kemarin (2 Desember), Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis jumlah petani gurem hasil Sensus Pertanian tahun 2013 (disingkat ST2013). Menurut BPS, petani gurem didefinisikan sebagai rumah tangga pertanian yang mengusahakan lahan pertanian kurang dari setengah hektar. BPS mencatat, jumlah petani gurem pada Mei 2013 sebanyak 14,25 juta rumah tangga atau sekitar 55,33 persen dari sekitar 26 juta rumah tangga