Langsung ke konten utama

Memaknai Cinta




Memaknai Cinta
Iva Kurniawati (25) adalah seorang perempuan biasa lagi baik-baik. Dia menikah dengan seorang laki-laki yang juga baik-baik dan penuh tanggungjawab, Hadi Kurniawan (26) namanya. Dari pernikahan keduanya yang sah nan penuh cinta, lahir seorang bayi cantik yang dinamai Nia Rahmatulilahiyah. Sebuah nama yang indah, menyiratkan sejuta harap dan doa dari Iva dan Kurniawan untuk buah hati mereka. Dan kelak, Nia yang baru berumur dua bulan itu bakal tahu keindahan makna di balik namanya yang sedikit kearab-araban itu.

Takdir Tuhan memang tak bisa ditolak. Kebahagian keluarga kecil itu ternyata tak berlangsung lama. Hari itu (15/11/2011), rumah mereka di Jl Lontar dilalap api. Iva yang terjebak dalam kobaran api, memilih mati untuk melindungi buah cintanya dengan Kurniawan. Didekapnya Nia dengan penuh cinta hingga api berhenti berkobar. Dan akhirnya, Nia pun selamat dalam dekapan ibunya yang lemas tak bernyawa (Tribun News, 17/11/2011).

Kisah seperti ini mungkin sudah sering kita dengar dan saksikan. Yang menunjukkan betapa rasa cinta seorang ibu menjadikannya rela berkorban nyawa untuk anaknya.

Di lain tempat, Rendi (21) dan Bebi (20), pasangan muda-mudi yang terlibat cinta terlarang sedang menunggu kelahiran buah cinta mereka. Kehamilan Bebi boleh dibilang adalah kecelakaan. Rayuan manis Rendi, sang buaya darat, telah menjadikan hati Bebi luluh, dia rela menyerahkan kehormatannya direnggut oleh Rendi atas nama cinta.

Di kamar kosan Rendi yang sepi, pasangan muda-mudi yang juga terdaftar sebagai mahasiswa─rantau─di salah satu perguruan tinggi Islam Negeri di ibu kota itu meluapkan gelora nafsu-sahwat mereka yang telah memenuhi ubun-ubun. Hubungan yang seharusnya hanya dilakukan oleh sepasang suami isteri pun mereka lakoni. Yang dalam mindset mereka, khususnya Bebi─yang tertipu─dilakukan atas nama cinta.

Dan hasil dari hubungan ‘haram’ tersebut adalah bayi yang saat ini akan dilahirkan oleh Bebi. Tak ada nama indah yang disiapkan untuk si bayi, kehadirannya pun sepertinya tidak diinginkan oleh keduanya. Bahkan, ada rencana jahat yang disiapkan oleh keduanya jika si bayi lahir, yakni membuangnya atau lebih tepatnya membunuhnya.

Kisah seperti ini juga mungkin sudah sering kita dengar dan saksikan. Yang membuat kita tak habis pikir, mengapa ada seorang ibu yang begitu tega membuang bahkan membunuh anaknya?

Dari kisah Iva dan Bebi di atas, kita bisa belajar memahami apa cinta itu. Cinta mungkin sulit didefenisikan, tetapi dari kedua kisah ini kita dapat menyimpulkan kalau cinta itu indah dan tidak merusak, dia akan melahirkan pengorbanan bukan mengorbankan.

Jangan Rusak Valentine
Berdasar data yang ada, prevelensi aborsi mencapai 2-2,6 juta kasus per tahun, atau terjadi 43 kasus aborsi untuk setiap 100 kehamilan. Dari angka yang fantastis ini, 30 persen pelakunya adalah penduduk usia15-24 tahun alias remaja (Inilah.com,30/6/2009). Mudah untuk diduga, penyebab utamanya adalah pergaulan bebas (free sex).

Juga berdasar data yang ada, jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia kini telah mencapai 26.483 kasus. Ini salah satu yang tertinggi di kawasan ASEAN. Pola penyebaran HIV/AIDS juga mulai berubah dalam lima tahun belakangan ini. Jika pada tahun 2006 lalu, pertukaran jarum suntik menjadi penyebab utama penularan HIV/AIDS (54,42 persen), disusul seks bebas (38,5 persen). Data Komisi Nasional Penanggulangan AIDS terbaru menunjukkan, pada tahun 2011 penyebab penularan HIV/AIDS lebih didominasi melalui seks bebas. Sekitar 76,3 persen penyebaran HIV/AIDS saat ini melalui seks bebas, diikuti jarum suntik sebesar 16,3 persen (Kompas.com, 22/11/2011).

Terkait dua persoalan di atas, terlalu bodoh kalau kita selalu fokus pada penyelesaian suatu akibat, tetapi mengabaikan apa yang menjadi sebabnya.

Terlepas dari asal muasal penetapannya sebagai hari kasih sayang, Valentine Day yang jatuh pada tanggal 14 Februari telah menjadi hari yang paling dinanti oleh banyak orang, terutama pasangan muda-mudi, yang sedang belajar memaknai apa cinta itu sebenarnya. Sayangnya, tidak sedikit dari mereka yang keliru dalam memaknai dan meluapkan rasa cinta dan kasih sayang itu. Sex bebas di malam Valentine contohnya.

Jangan rusak Valentine dengan seks bebas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bisakah R2 (baca: R kuadrat) Bernilai Negatif?

Koefisien determinasi (R2) merupakan ukuran kecocokan hasil estimasi sebuah model regresi linier dengan data yang dimodelkan, atau biasa disebut ukuran goodness of fit dari sebuah model regresi linier. Dengan lain perkataan, R2 menunjukkan seberapa dekat garis regresi yang diestimasi dengan data yang sebenarnya atau seberapa besar proporsi variasi variabel respon yang dapat dijelaskan oleh garis regresi. Ukuran ini dapat digunakan jika semua asumsi terkait residual telah terpenuhi. Bisakah R2 Bernilai Negatif? Pada dasarnya, R2 tidak pernah bernilai negatif, kecuali model regresi yang digunakan tanpa intersep. Jika model regresi yang digunakan tanpa intersep, maka R2 tidak bermakna meskipun bernilai positif. Kelemahan mendasar dari  R2 adalah nilainya yang selalu bertambah ketika dilakukan penambahan variabel bebas ke dalam model, meskipun variabel tersebut tidak begitu penting dalam menjelaskan variabel respon (tidak signifikan). Untuk mengatasi hal ini digunakan R

Kesalahan Spesifikasi Model: Penyebab dan Solusi

Dalam ekonometrika, ketika kita bekerja dengan model-model struktural, yakni model dimana hubungan antara variabel dalam model didasarkan pada suatu kerangka teori ekonomi, keselahan spesifikasi model kerap kali terjadi. Hal ini merupakan masalah serius yang sering terjadi pada penelitian yang menggunakan model ekonometrik, khususnya regresi, sebagai  alat analisis. Kesalahan spesifikasi menyebabkan model yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk kepentingan analisis karena dapat menyesatkan ( misleading ). Sedikitnya,  ada dua gejala yang dapat dijadikan acuan untuk mengetahui kalau model yang kita gunakan mengalami kesalahan spesifikasi. Dua gejala tersebut adalah sebagai berikut: 1.   Hasil running model menunjukkan tanda koefisien regresi yang merepresentasikan arah hubungan antara variabel  penjelas dan variabel respon berseberangan atau tidak sesuai dengan teori.  Meski tidak selalu merupakan gejala terjadinya kesalahan spesifikasi, kehadiran gejala ini me

Di Balik Penurunan Jumlah Petani Gurem

Hingga kini, kemiskinan di Indonesia masih menjadi fenomena sektor pertanian. Secara faktual, sebagian besar penduduk miskin tinggal di desa dan bekerja sebagai petani dan buruh tani. Ditengarai, salah satu penyebab kemiskinan masih berpusat di sektor pertanian adalah penguasaan lahan pertanian oleh petani yang kian sempit. Skala usaha yang kecil mengakibatkan pendapatan dari kegiatan usaha tani tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup meski kegiatan usaha tani yang dijalankan sebetulnya cukup menguntungkan. Alhasil, kesejahteraan pun begitu sulit direngkuh. Kemarin (2 Desember), Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis jumlah petani gurem hasil Sensus Pertanian tahun 2013 (disingkat ST2013). Menurut BPS, petani gurem didefinisikan sebagai rumah tangga pertanian yang mengusahakan lahan pertanian kurang dari setengah hektar. BPS mencatat, jumlah petani gurem pada Mei 2013 sebanyak 14,25 juta rumah tangga atau sekitar 55,33 persen dari sekitar 26 juta rumah tangga