Langsung ke konten utama

Kesejahteraan Petani Tak Kunjung Membaik


Nampaknya, sedikit di antara kita yang tahu kalau Sabtu lalu (24/9) bertepatan dengan Hari Tani. Seperti tahun-tahun sebelumnya, peringatan Hari Tani selalu diwarnai unjuk rasa dari ribuan petani. Sabtu lalu yang terjadi pun demikian, ribuan petani kembali melakukan unjuk rasa di depan Istana Negara yang dilanjutkan long march ke Bundaran Hotel Indonesia. Mengapa peringatan Hari Tani selalu diwarnai dengan unjuk rasa? Jawabannya adalah sederhana, hingga kini sebagian besar petani kita tetap miskin dan jauh dari sejahtera.

Selama satu dekade terakhir, tingkat kesejahteraan petani tak kunjung membaik. Petani kita yang sebagian besar adalah petani kecil dan buruh tani tetap miskin. Sektor pertanian−perdesaan tetap saja menjadi kantong kemiskinan. Sekitar 63,2 persen penduduk miskin Indonesia tinggal di perdesaan dan mudah untuk diduga kalau sebagain besar mereka adalah petani kecil dan buruh tani. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pada Maret 2011, hampir 60 persen penduduk miskin bekerja di sektor pertanian.


Indikator lain yang menunjukkan tak kunjung membaiknya tingkat kesejahteraan petani secara signifikan adalah pergerakan nilai tukar petani (NTP) yang cenderung stagnan dan nilai upah riil buruh tani yang terus menurun selama beberapa tahun terakhir.

[]
Secara kasar, perkembangan nilai NTP merupakan proksi perkembangan tingkat kesejahteraan petani. NTP merupakan rasio antara indeks diterima petani yang merepsentasikan pendapatan petani dan indeks dibayar petani yang merepresentasikan pengeluaran petani. Pada peraga di atas terlihat jelas, sepanjang periode Juni 2008-Agustus 2011, pergerakan nilai NTP cenderung stagnan. Hal ini menunjukkan selama periode ini perkembangan tingkat kesejahteraan petani cenderung stagnan.

Begitu pula dengan perkembangan rata-rata upah harian yang diterima oleh buruh tani. Meskipun upah mominal buruh tani terus menunjukkan tren kenaikan selama periode Januari 2008-Agustus 2011, kenyataannya upah riil−daya beli−buruh tani tidak mengalami perubahan berarti, bahkan cenderung mengalami penurunan. Pada Agustus 2011 saja, upah riil buruh tani telah mengalami penurunan sebesar 0.55 persen jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya, yakni dari Rp 28.975 pada bulan Juli menjadi Rp 28.816 pada bulan Agustus 2011.

[] 

Reforma Agraria
Salah satu yang menjadi tuntutan para petani dalam unjuk rasa ketika memperingati Hari Tani adalah agar pemerintah memperbaiki distribusi kepemilikin lahan melalui reforma agraria atau pembaharuan agraria. Hal ini beralasan karena selama ini distribusi kepemilikan lahan sangat timpang, khususnya di Pulau Jawa.

Saat ini, sebagain besar lahan hanya dikuasai oleh segelintir orang, dan di sisi lain jumlah petani gurem, yakni petani dengan penguasaan lahan kurang dari 0.5 hektar, terus meningkat. Mereka adalah petani kecil yang sudah dipastikan miskin. Dengan penguasaan lahan yang sempit, sulit rasanya bagi mereka untuk keluar dari perangkap kemiskinan.

Beberapa waktu yang lalu, pemerintah pernah berjanji akan melaksanakan Program Pembaharuan Agraria Nasional dengan mendistribusikan lahan kepada para petani. Namun, kenyataannya program tersebut tak kunjung dilaksanakan. Bahkan, yang ada adalah sebaliknya, pemerintah justru menerapkan kebijakan Food Estate yang malah memberikan ruang dan otoritas kepada perusahaan besar untuk menguasai lahan pertanian dan produksi. Hal ini tentu jelas-jelas menujukkan sikap pemerintah yang tidak pro terhadap petani miskin.

Pemerintah seharusnya sadar bahwa sebagain besar angkatan kerja kita bekerja di sektor pertanian (42,47 persen) dan sebagian besar penduduk miskin juga bekerja di sektor pertanian (57,78 persen). Karenanya, jika petani kita sejahtera, sebagian persoalan bangsa ini sejatinya telah terselesaikan.
*****

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bisakah R2 (baca: R kuadrat) Bernilai Negatif?

Koefisien determinasi (R2) merupakan ukuran kecocokan hasil estimasi sebuah model regresi linier dengan data yang dimodelkan, atau biasa disebut ukuran goodness of fit dari sebuah model regresi linier. Dengan lain perkataan, R2 menunjukkan seberapa dekat garis regresi yang diestimasi dengan data yang sebenarnya atau seberapa besar proporsi variasi variabel respon yang dapat dijelaskan oleh garis regresi. Ukuran ini dapat digunakan jika semua asumsi terkait residual telah terpenuhi. Bisakah R2 Bernilai Negatif? Pada dasarnya, R2 tidak pernah bernilai negatif, kecuali model regresi yang digunakan tanpa intersep. Jika model regresi yang digunakan tanpa intersep, maka R2 tidak bermakna meskipun bernilai positif. Kelemahan mendasar dari  R2 adalah nilainya yang selalu bertambah ketika dilakukan penambahan variabel bebas ke dalam model, meskipun variabel tersebut tidak begitu penting dalam menjelaskan variabel respon (tidak signifikan). Untuk mengatasi hal ini digunakan R

Kesalahan Spesifikasi Model: Penyebab dan Solusi

Dalam ekonometrika, ketika kita bekerja dengan model-model struktural, yakni model dimana hubungan antara variabel dalam model didasarkan pada suatu kerangka teori ekonomi, keselahan spesifikasi model kerap kali terjadi. Hal ini merupakan masalah serius yang sering terjadi pada penelitian yang menggunakan model ekonometrik, khususnya regresi, sebagai  alat analisis. Kesalahan spesifikasi menyebabkan model yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk kepentingan analisis karena dapat menyesatkan ( misleading ). Sedikitnya,  ada dua gejala yang dapat dijadikan acuan untuk mengetahui kalau model yang kita gunakan mengalami kesalahan spesifikasi. Dua gejala tersebut adalah sebagai berikut: 1.   Hasil running model menunjukkan tanda koefisien regresi yang merepresentasikan arah hubungan antara variabel  penjelas dan variabel respon berseberangan atau tidak sesuai dengan teori.  Meski tidak selalu merupakan gejala terjadinya kesalahan spesifikasi, kehadiran gejala ini me

Di Balik Penurunan Jumlah Petani Gurem

Hingga kini, kemiskinan di Indonesia masih menjadi fenomena sektor pertanian. Secara faktual, sebagian besar penduduk miskin tinggal di desa dan bekerja sebagai petani dan buruh tani. Ditengarai, salah satu penyebab kemiskinan masih berpusat di sektor pertanian adalah penguasaan lahan pertanian oleh petani yang kian sempit. Skala usaha yang kecil mengakibatkan pendapatan dari kegiatan usaha tani tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup meski kegiatan usaha tani yang dijalankan sebetulnya cukup menguntungkan. Alhasil, kesejahteraan pun begitu sulit direngkuh. Kemarin (2 Desember), Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis jumlah petani gurem hasil Sensus Pertanian tahun 2013 (disingkat ST2013). Menurut BPS, petani gurem didefinisikan sebagai rumah tangga pertanian yang mengusahakan lahan pertanian kurang dari setengah hektar. BPS mencatat, jumlah petani gurem pada Mei 2013 sebanyak 14,25 juta rumah tangga atau sekitar 55,33 persen dari sekitar 26 juta rumah tangga