Langsung ke konten utama

Cinta Sejati?

Beberapa waktu yang lalu, sahabat saya Ibrahim D. Anas (Boss Baim) meng-update sebuah status yang membuat saya sedikit terenyuh lewat account facebooknya. Status yang di share pada Jumat malam tersebut kurang lebih berbunyi seperti ini “Ketika kita bisa merelakan orang  yang kita cintai pergi dengan orang lain, demi kebahagian dia...itulah cinta sejati,...cinta yang tulus, selembut kapas dan sebening embun pagi...”.Sebuah kalimat cinta yang menurut saya sangat indah karena sepertinya benar-benar mengalir dari hati -mudah-mudahan bukan sebuah kutipan-dan tentu bakal membuat hati siapa saja yang merasakan hal yang sama ikut tersentuh, “nancap banget” , barangkali seperti itu persisnya.

Nikmat cinta memang luar biasa, bisa membuat seorang sarjana statistik kependudukan yang hampir dipastikan “buta” tentang sastra dapat menulis sebuah kalimat cinta yang begitu indah layaknya seorang Kahlil Gibran.

Ketika membaca status di atas, kesan yang saya tangkap nampaknya kawan yang satu ini sedang putus cinta. Dan ternyata, duguaan saya memang tidak meleset. Baliau baru saja menjadi bagian dari kisah klasik hubungan asmara anak-anak STIS, “ Cintaku Kandas Karena Penempatan”

Saya turut menuruh simpati atas yang kau alami kawan. Pesan saya sebagai sesama lelaki, janganlah terlalu bersedih atas yang satu itu karena di dunia ini perempuan bukan hanya dia seorang.

Cinta Sejati, Cinta yang Seperti Apakah itu?
Bagi saya, kalimat cinta Boss Baim yang begitu menyentuh di atas selain merupakan ungkapan perasaan sedih dari hati yang sedang nelangsa karena cinta, juga memuat sebuah defenisi tentang apa yang  namanya “cinta sejati ” itu. Yakni, sebuah cinta yang tulus, yang senantiasa ingin membahagiakan “Si Dia”yang dicintai meskipun tanpa harus memiliki dirinya. Defenisi yang  sungguh melankolis dari seorang anak band.”Dalam banget”, tepatnya.

Dalam bukunya yang berjudul ”Taman Orang –orang yang Sedang Jatuh Cinta dan Memendam Rindu”, Ibnu Qayyim bertutur bahwa rasa cinta itu akan hilang pada diri seseorang seiring dengan hilangnya penyebab timbulnya rasa itu. Karenanya, jika rasa cinta itu timbul karena sebab-sebab yang sifatnya temporer semata, di mana pada suatu waktu kita akan bosan dengannya, maka rasa cinta itu pastilah tak akan bertahan lama dan akan lekang dimakan waktu. Ketika kita hanya mencintai Si Dia karena fisiknya yang menawan, maka rasa cinta itu akan hilang dan menguap ketika Si Dia secara fisik sudah tidak menawan lagi di mata kita. 

Namun, akan lain jadinya ketika rasa cinta itu timbul karena sebab-sebab yang kekal, yang melekat pada diri Si Dia. Meminjam istilah teman saya dari Medan, kita mencintai Si Dia karena personality atau kepribadiannya. Kita mencintai Si Dia apa adanya dengan tulus. 

Ada chemistry yang begitu kuat dan takkan lekang dimakan waktu pada rasa cinta seperti ini. Chemistry yang membuat seseorang tak akan mungkin menyakiti Si Dia. Apalagi, berpaling ke lain hati. Dan menurut saya, cinta seperti inilah yang disebut cinta sejati itu.

Note: Tulisan ini adalah murni pendapat pribadi penulis. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bisakah R2 (baca: R kuadrat) Bernilai Negatif?

Koefisien determinasi (R2) merupakan ukuran kecocokan hasil estimasi sebuah model regresi linier dengan data yang dimodelkan, atau biasa disebut ukuran goodness of fit dari sebuah model regresi linier. Dengan lain perkataan, R2 menunjukkan seberapa dekat garis regresi yang diestimasi dengan data yang sebenarnya atau seberapa besar proporsi variasi variabel respon yang dapat dijelaskan oleh garis regresi. Ukuran ini dapat digunakan jika semua asumsi terkait residual telah terpenuhi. Bisakah R2 Bernilai Negatif? Pada dasarnya, R2 tidak pernah bernilai negatif, kecuali model regresi yang digunakan tanpa intersep. Jika model regresi yang digunakan tanpa intersep, maka R2 tidak bermakna meskipun bernilai positif. Kelemahan mendasar dari  R2 adalah nilainya yang selalu bertambah ketika dilakukan penambahan variabel bebas ke dalam model, meskipun variabel tersebut tidak begitu penting dalam menjelaskan variabel respon (tidak signifikan). Untuk mengatasi hal ini digunakan R

Kesalahan Spesifikasi Model: Penyebab dan Solusi

Dalam ekonometrika, ketika kita bekerja dengan model-model struktural, yakni model dimana hubungan antara variabel dalam model didasarkan pada suatu kerangka teori ekonomi, keselahan spesifikasi model kerap kali terjadi. Hal ini merupakan masalah serius yang sering terjadi pada penelitian yang menggunakan model ekonometrik, khususnya regresi, sebagai  alat analisis. Kesalahan spesifikasi menyebabkan model yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk kepentingan analisis karena dapat menyesatkan ( misleading ). Sedikitnya,  ada dua gejala yang dapat dijadikan acuan untuk mengetahui kalau model yang kita gunakan mengalami kesalahan spesifikasi. Dua gejala tersebut adalah sebagai berikut: 1.   Hasil running model menunjukkan tanda koefisien regresi yang merepresentasikan arah hubungan antara variabel  penjelas dan variabel respon berseberangan atau tidak sesuai dengan teori.  Meski tidak selalu merupakan gejala terjadinya kesalahan spesifikasi, kehadiran gejala ini me

Di Balik Penurunan Jumlah Petani Gurem

Hingga kini, kemiskinan di Indonesia masih menjadi fenomena sektor pertanian. Secara faktual, sebagian besar penduduk miskin tinggal di desa dan bekerja sebagai petani dan buruh tani. Ditengarai, salah satu penyebab kemiskinan masih berpusat di sektor pertanian adalah penguasaan lahan pertanian oleh petani yang kian sempit. Skala usaha yang kecil mengakibatkan pendapatan dari kegiatan usaha tani tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidup meski kegiatan usaha tani yang dijalankan sebetulnya cukup menguntungkan. Alhasil, kesejahteraan pun begitu sulit direngkuh. Kemarin (2 Desember), Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis jumlah petani gurem hasil Sensus Pertanian tahun 2013 (disingkat ST2013). Menurut BPS, petani gurem didefinisikan sebagai rumah tangga pertanian yang mengusahakan lahan pertanian kurang dari setengah hektar. BPS mencatat, jumlah petani gurem pada Mei 2013 sebanyak 14,25 juta rumah tangga atau sekitar 55,33 persen dari sekitar 26 juta rumah tangga