Bertempat di aula sebuah hotel bintang empat di kawasan Jakarta Pusat, siang itu, Pak Marsad tampak canggung. Maklum, petani asal Bojong Gede, Kabupaten Bogor, itu sedang dikelilingi belasan peserta pelatihan Instruktur Nasional Survei Pendapatan Rumah Tangga Usaha Pertanian 2013 (SPP 2013) untuk diwawancarai. Baju batiknya yang sedikit berkelas tak mampu menyembunyikan penampilannya yang sangat bersahaja. Urat-urat tangannya nampak jelas, timbul dengan begitu mencolok, berpadu-padan dengan kulitnya yang hitam legam. Dari tampilan fisiknya, siapa pun bisa menerka, Pak Marsad adalah seorang pekerja keras (baca: kasar). Siang itu, para instruktur sedang mempraktekkan cara mewawancarai sumber informasi atau responden dengan menggunakan kuesioner (daftar pertanyaan) yang nantinya bakal diajarkan ke petugas lapangan. Dan, Pak Marsad adalah respondennya. Saat wawancara, dengan aksen Betawi-nya yang kental, ia menyebutkan satu per satu profil anggota rumah tangganya (termasuk
"Menulis adalah bekerja untuk keabadian"