Saya tertarik ketika membaca tulisan Ella Zulaeha (EZ) bertujuk “Wow.. Pengemis Aja Pake Blackberry!” yang sempat menjadi headline di Kompasiana beberapa waktu yang lalu. Saya yakin, pengalaman yang kurang lebih sama juga pernah dialami oleh sebagian kita, yakni menjadi saksi bahwa tidak sedikit pengemis, di balik tampangnya yang mengundang rasa iba itu, ternyata orang ‘berpunya’. Mereka, yang secara kasat mata memang layak menjadi pengemis itu, ternyata punya telepon genggam (Hand Phone/HP). Bukan hanya satu, tetapi dua. Bahkan, beberapa diantaranya memiliki HP dengan harga dan kualitas yang menyamai para pekerja kantoran di Jakarta. Balckberry, misalnya, seperti yang dikisahkan dalam tulisan EZ itu. Sulitnya mengukur kemiskinan Dalam berbagai pendataan Badan Pusat Statistik (BPS) terkait kemiskinan, variabel kepemilikan HP selalu diikutsertakan sebagai penciri miskin atau tidaknya sebuah rumah tangga. Alasannya: mereka yang memiliki HP pasti memiliki pengelu
"Menulis adalah bekerja untuk keabadian"