Negeri ini tak pernah sepi dari perempuan-perempuan luar
biasa yang terus membaktikan diri untuk pembangunan negeri. Mereka telah
berkontribusi untuk kemajuan bangsa dan negaranya di berbagai ladang
pengabdian.
Di Badan Pusat Statistik (BPS) pun demikian, pengabdian
untuk mempersembahkan statistik berkualitas bagi pembangunan negeri juga tidak
lepas dari kontribusi perempuan-perempuan luar biasa, yang telah bekerja keras
dalam kegiatan pengumpulan data di lapangan.
Di BPS, petugas pengumpul data di lapangan atau surveyor
disebut Koordinator Statistik Kecamatan (KSK). Disebut KSK karena wilayah kerja
mereka mencakup satu kecamatan. Idealnya, untuk setiap satu kecamatan di
Indonesia harus memiliki seorang KSK. Namun karena keterbatasan sumber daya,
kondisi ideal ini belum bisa terpenuhi. Bayangkan, ada sekitar 7 ribu kecamatan
di Indonesia.
Tugas KSK boleh dibilang lumayan berat dengan tanggung jawab
yang besar. Berat karena nyaris saban hari mereka harus berada di lapangan,
mengunjungi dan mewawancarai responden. Terkadang bahkan tak mengenal
waktu dan beratnya medan tugas.
Karenanya, para KSK sering dijuluki “ikan kering.” Pasalnya,
meskipun panas terik membakar kulit, mereka tetap harus wara-wirikeliling
kampung untuk menemui responden dan mengumpulkan data. Itulah sebab salah satu
syarat menjadi KSK adalah bisa mengendarai sepeda motor dengan mahir.
Para KSK juga kerap dijuluki “kelelawar.” Karena
meskipun hari sudah gelap, masih ada di antara mereka yang harus
mengunjungi responden untuk wawancara bahkan tidak jarang juga harus begadang
semalaman saat semua orang terlelap tidur untuk membersihkan dan membetulkan
isian kuesioner.
Karena beratnya beban tugas, posisi KSK sebagian besar diisi
oleh kaum lelaki. Namun belakangan ini trennya mulai berubah, posisi KSK tidak
lagi menjadi monopoli kaum lelaki. Kini, KSK perempuan semakin banyak
jumlahnya. Mereka umumnya muda-muda dan memiliki idealisme dan semangat juang
yang tinggi dalam mengumpulkan data. Mereka juga memiliki latar belakang
akademik yang baik karena umumnya sarjana strata satu (minimal Diploma III).
Bahkan, tidak jarang di antara mereka merupakan sarjana Statistika dan
Matematika jebolan dari kampus-kampus ternama seperti Universitas Padjajaran
dan Universitas Gadjah Mada.
Meskipun perempuan, jangan sekali-kali meremehkan ketangguhan
mereka di lapangan. Medan tugas yang berat di berbagai pelosok negeri telah
menjadi saksi ketangguhan mereka dalam mengumpulkan data untuk pembangunan
negeri.
Serupa dengan para KSK pria, para KSK perempuan adalah ujung
tombak BPS. Mata rantai yang sangat penting dari kegiatan pengumpulan data. Di
tangan merekalah ditentukan apakah statistik (data) yang dirilis BPS ke
khalayak, seperti jumlah penduduk miskin dan tingkat pengangguran, benar-benar
statistik atau sekedar sampah. Jika data yang mereka kumpulkan adalah sampah,
maka sampah pula yang tersaji ke khalayak, secanggih apapun peranti yang
digunakan dalam pengolahan data. (*)
Komentar
Posting Komentar