Pagi itu, di sebuah ruangan yang jauh dari kesan rapi, Benito (bukan nama sebenarnya) tampak resah. Lelaki asal Timor Timur, yang memutuskan bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan menetap di sebuah kabupaten di Jawa Timur sejak lima belas tahun silam, itu dengan polos meluapkan isi hatinya. Batinnya tengah didera konflik: idealisme versus tuntutan pekerjaan. “Bertahun-tahun kami telah berupaya keras memperbaiki akurasi data pertanian di kabupaten ini, sampai-sampai tidak jarang harus “berkelahi” dengan teman-teman dari Badan Pusat Statistik (BPS) . Tapi belakangan ini, jerih payah kami itu menjadi sia-sia. Data kembali dirusak” . Ambisi merengkuh swasembada beras hanya dalam waktu tiga tahun ternyata telah membuat batin Benito tersiksa. Bukan karena terlampau besarnya angka-angka target luas tanam yang dibebankan, tapi tekanan untuk “memoles” angka agar sebisa mungkin mendekati target yang telah ditetapkan, tak peduli apakah itu sesuai realitas d
"Menulis adalah bekerja untuk keabadian"