Sosok Ruhut memang selalu menarik untuk disorot, semenarik
lakon Bang Poltak, Raja Minyak dari Tarutung yang diperankannya dalam
sinetron Gerhana yang amat populer di tanah air pada dekade 90an.
Di panggung politik tanah air, Ruhut adalah politisi kontroversial. Tingkah dan sejumlah statemennya di media kerap menuai kontroversi dan kegaduhan. Sebut saja yang teranyar adalah seruannya kepada seluruh kader Partai Demokrat–termasuk sang ketua umum, Anas Urbaningrum–yang namanya disebut-sebut terkait dengan kasus pembancakan proyek Hambalang agar legowo mengundurkan diri dari kepengurusan partai. Konon, sikap Ruhut yang berani berseberangan dengan Anas inilah yang menjadi biang pemecatan dirinya dari kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat.
Kontroversial, di sinilah letak sisi menarik dari seorang Ruhut. Belakangan ini, panggung–parodi–politik nasional seolah sepi tanpa ocehannya. Gak ada Ruhut, gak rame, mungkin seperti itu ungkapannya. Sejak pemecatannya dari DPP Partai Demokrat, sosok Ruhut seolah tenggelam. Saya yakin, ada kerinduan pada sebagian orang terhadap ocehan Ruhut meskipun pada saat yang sama juga ada banyak orang yang muak dengan semua statemen dan tingkahnya.
Belakangan ini, berhembus kabar kalau Ruhut telah didekati oleh sejumlah partai untuk digaet sebagai kader. Dia bahkan telah ditawari nomor urut satu pada pemilu legislatif 2014 nanti di setiap daerah pemilihan yang diingankannya, jika dia mau bergabung. Tapi, Ruhut nampaknya masih punya loyalitas terhadap Partai Demokrat yang telah membesarkan namanya. Dia pun bergeming dari rayuan manis tersebut, dan dengan tegas menyatakan bahwa hatinya tetap di Demokrat. Baginya, seorang politisi sejati bukanlah kutu loncat yang gemar berpindah-pindah partai demi kepentingan pribadi.
Meskipun kurang setia terhadap istrinya, soal loyalitas terhadap Demokrat dan SBY, Ruhut memang tak perlu diragukan. Selama ini, orang tentu telah melihat bagaimana Ruhut menjadi seorang dog fighter dan die hard bagi Demokrat dan SBY. Orang tentu ingat berbagai statemennya, mulai dari potong kuping, potong leher, hingga siap di rajam hanya untuk membela Demokrat dan SBY. Singkat kata, Ruhut boleh dibilang adalah kader Demokrat yang paling getol dan selalu di garda terdepan dalam urusan membela Demokrat dan SBY.
Namun nampaknya, bukan hanya soal loyalitas yang menjadikan Ruhut tetap setia bertahan di Demokrat di tengah banyaknya tawaran menggiurkan dari sejumlah partai. Tapi, soal dendam yang belum dituntaskan. Ruhut tentu memendam kesumat kala dipecat dari partai dan diusir secara paksa dari arena Silaturahmi Nasional (silatnas) beberapa waktu lalu.
Ruhut nampaknya amat yakin, akan tiba masanya bagi mereka yang telah menyingkirkannya untuk digelandang satu persatu–terkait kasus pembancakan proyek Hambalang–ke meja pengadilan sebelum 2014. Dan, Ruhut tetap setia di Partai Demokrat untuk menunggu saat itu datang. Saat di mana kesumatnya terpuaskan dan kebesarannya sebagai seorang kader Demokrat terpulihkan. (*)
Di panggung politik tanah air, Ruhut adalah politisi kontroversial. Tingkah dan sejumlah statemennya di media kerap menuai kontroversi dan kegaduhan. Sebut saja yang teranyar adalah seruannya kepada seluruh kader Partai Demokrat–termasuk sang ketua umum, Anas Urbaningrum–yang namanya disebut-sebut terkait dengan kasus pembancakan proyek Hambalang agar legowo mengundurkan diri dari kepengurusan partai. Konon, sikap Ruhut yang berani berseberangan dengan Anas inilah yang menjadi biang pemecatan dirinya dari kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat.
Kontroversial, di sinilah letak sisi menarik dari seorang Ruhut. Belakangan ini, panggung–parodi–politik nasional seolah sepi tanpa ocehannya. Gak ada Ruhut, gak rame, mungkin seperti itu ungkapannya. Sejak pemecatannya dari DPP Partai Demokrat, sosok Ruhut seolah tenggelam. Saya yakin, ada kerinduan pada sebagian orang terhadap ocehan Ruhut meskipun pada saat yang sama juga ada banyak orang yang muak dengan semua statemen dan tingkahnya.
Belakangan ini, berhembus kabar kalau Ruhut telah didekati oleh sejumlah partai untuk digaet sebagai kader. Dia bahkan telah ditawari nomor urut satu pada pemilu legislatif 2014 nanti di setiap daerah pemilihan yang diingankannya, jika dia mau bergabung. Tapi, Ruhut nampaknya masih punya loyalitas terhadap Partai Demokrat yang telah membesarkan namanya. Dia pun bergeming dari rayuan manis tersebut, dan dengan tegas menyatakan bahwa hatinya tetap di Demokrat. Baginya, seorang politisi sejati bukanlah kutu loncat yang gemar berpindah-pindah partai demi kepentingan pribadi.
Meskipun kurang setia terhadap istrinya, soal loyalitas terhadap Demokrat dan SBY, Ruhut memang tak perlu diragukan. Selama ini, orang tentu telah melihat bagaimana Ruhut menjadi seorang dog fighter dan die hard bagi Demokrat dan SBY. Orang tentu ingat berbagai statemennya, mulai dari potong kuping, potong leher, hingga siap di rajam hanya untuk membela Demokrat dan SBY. Singkat kata, Ruhut boleh dibilang adalah kader Demokrat yang paling getol dan selalu di garda terdepan dalam urusan membela Demokrat dan SBY.
Namun nampaknya, bukan hanya soal loyalitas yang menjadikan Ruhut tetap setia bertahan di Demokrat di tengah banyaknya tawaran menggiurkan dari sejumlah partai. Tapi, soal dendam yang belum dituntaskan. Ruhut tentu memendam kesumat kala dipecat dari partai dan diusir secara paksa dari arena Silaturahmi Nasional (silatnas) beberapa waktu lalu.
Ruhut nampaknya amat yakin, akan tiba masanya bagi mereka yang telah menyingkirkannya untuk digelandang satu persatu–terkait kasus pembancakan proyek Hambalang–ke meja pengadilan sebelum 2014. Dan, Ruhut tetap setia di Partai Demokrat untuk menunggu saat itu datang. Saat di mana kesumatnya terpuaskan dan kebesarannya sebagai seorang kader Demokrat terpulihkan. (*)
Komentar
Posting Komentar