Orang Sulawesi Selatan dan Tenggara memiliki
keunikan dalam penggunaan kata "kita" yang berfungsi sebagai kata ganti
dalam kaidah bahasa Indonesia. Kata ini menjadi unik karena
penggunaannya yang keliru dan konsekwensi dari kekeliruan tersebut yang
dalam kasus tertentu bisa menimbulkan keselahpahaman yang sedikit
"berbahaya" bagi mereka yang bukan berasal dari Sulawesi Selatan dan Tenggara.
Dalam pergaulan sehari-hari, orang Sulawesi Selatan dan Tenggara menggunakan kata "kita" sebagai bentuk yang lebih halus dari kata "anda", kata ganti orang kedua tunggal. Tujuannya adalah untuk menghormati dan menghargai orang yang sedang diajak bicara. Persis dengan penggunaan kata sampean atau panjenengan dalam kebiasan orang Jawa, atau penggunaan kata antum (kalian untuk laki-laki) dalam Bahasa Arab--yang sejatinya merupakan bentuk jamak dari kata anta (anda)--saat berbicara dengan seseorang. Meskipun maksudnya baik, penggunaan kata "kita" sebagai bentuk halus dari kata "anda" tentu salah menurut kaidah tatabahasa Indonesia yang baik dan benar. Dan, kesalahan tersebut bakal berakibat fatal pada kasus seperti berikut:
Misal Beta adalah seorang lelaki asal Sulawesi yang baru saja menikah dengan Alfa yang berasal dari Jawa dan belum pernah ke Sulawesi. Setelah menikah, Beta mengajak Alfa mudik ke Makassar untuk bersilaturahmi dengan famili di kampung halaman.
Singkat cerita..., suatu tempo di sore hari, saat keduanya sedang berjalan-jalan menikmati indahnya panorama Pantai Losari di Jalan Somba Opu, Kota Makassar, bersualah mereka dengan Teta yang sedang menggendong seorang balita (suami Teta sedang memesan pisang epe--cemilan khas Kota Makassar). Teta yang berparas jelita itu adalah teman wanita Beta saat SMA di Makassar.
Beta mengawali obrolan dalam perjumpaan yang tak disengaja itu dengan ucapan ramah kepada Teta, " Anak kita?", sembari menunjuk ke arah balita yang sedang digendong Teta. Mendengar kalimat yang dilontarkan suami anyarnya itu, Alfa yang tak mengerti maksud penggunaan kata kita dalam percakapan orang Sulawesi seketika dihinggapi perasaan bingung, " Anak kitaaa...kapan bikinnya?" begitulah pertanyaan yang timbul dalam benak Alfa kala mendengar ucapan suaminya. Untungnya, Alfa bukanlah tipe perempuan pencemburu yang penuh syak-wasangka. Dia pun bertanya kepada Beta perihal maksud penggunaan kata "kita" yang sedikit aneh itu. Setelah mendapat penjelasan suaminya, Alfa yang tadinya tak anak hati pun tertawa gembira. Perjumpaan sore itu pun diakhiri dengan acara makan pisan epe bersama.
Note: contoh fiktif, mohon maaf jika ada kesamaan nama dan tempat.
Dalam pergaulan sehari-hari, orang Sulawesi Selatan dan Tenggara menggunakan kata "kita" sebagai bentuk yang lebih halus dari kata "anda", kata ganti orang kedua tunggal. Tujuannya adalah untuk menghormati dan menghargai orang yang sedang diajak bicara. Persis dengan penggunaan kata sampean atau panjenengan dalam kebiasan orang Jawa, atau penggunaan kata antum (kalian untuk laki-laki) dalam Bahasa Arab--yang sejatinya merupakan bentuk jamak dari kata anta (anda)--saat berbicara dengan seseorang. Meskipun maksudnya baik, penggunaan kata "kita" sebagai bentuk halus dari kata "anda" tentu salah menurut kaidah tatabahasa Indonesia yang baik dan benar. Dan, kesalahan tersebut bakal berakibat fatal pada kasus seperti berikut:
Misal Beta adalah seorang lelaki asal Sulawesi yang baru saja menikah dengan Alfa yang berasal dari Jawa dan belum pernah ke Sulawesi. Setelah menikah, Beta mengajak Alfa mudik ke Makassar untuk bersilaturahmi dengan famili di kampung halaman.
Singkat cerita..., suatu tempo di sore hari, saat keduanya sedang berjalan-jalan menikmati indahnya panorama Pantai Losari di Jalan Somba Opu, Kota Makassar, bersualah mereka dengan Teta yang sedang menggendong seorang balita (suami Teta sedang memesan pisang epe--cemilan khas Kota Makassar). Teta yang berparas jelita itu adalah teman wanita Beta saat SMA di Makassar.
Beta mengawali obrolan dalam perjumpaan yang tak disengaja itu dengan ucapan ramah kepada Teta, " Anak kita?", sembari menunjuk ke arah balita yang sedang digendong Teta. Mendengar kalimat yang dilontarkan suami anyarnya itu, Alfa yang tak mengerti maksud penggunaan kata kita dalam percakapan orang Sulawesi seketika dihinggapi perasaan bingung, " Anak kitaaa...kapan bikinnya?" begitulah pertanyaan yang timbul dalam benak Alfa kala mendengar ucapan suaminya. Untungnya, Alfa bukanlah tipe perempuan pencemburu yang penuh syak-wasangka. Dia pun bertanya kepada Beta perihal maksud penggunaan kata "kita" yang sedikit aneh itu. Setelah mendapat penjelasan suaminya, Alfa yang tadinya tak anak hati pun tertawa gembira. Perjumpaan sore itu pun diakhiri dengan acara makan pisan epe bersama.
Note: contoh fiktif, mohon maaf jika ada kesamaan nama dan tempat.
Komentar
Posting Komentar