Saya selalu terkagum-kagum ketika membaca tulisan Junanto Herdiawan, seorang pejabat di Bank Indonesia yang juga blogger di Kompasiana.
Beliau memang selalu memikat dalam setiap tulisannya. Yang selalu menarik buat saya adalah saat Junanto mengisahkan habitus orang Jepang yang patut untuk ditiru dan diteladani. Semuanya terangkum dalam bukunya yang baru bertajuk “Shocking Japan”.
Sebagaimana dituliskan Pepih Nugraha di situsnya (http://pepih.com/), buku tersebut konon bercerita tentang kejutan budaya yang dialami Junanto selama tinggal di Jepang. Salah satu pemicu munculnya kejutan tersebut tentu saja adalah benturan antara kebiasaan yang telah membudaya di masyarakat Indonesia dengan apa yang ia jumpai pada masyarakat Jepang.
Di antara sisi menarik habitus orang Jepang yang membuat Junanto terkejut, dan ini bisa kita jumpai dalam tulisannya, adalah soal kedisiplinan mereka dalam menjaga kebersihan dan mengelola sampah.
Dikisahkan oleh Junanto bahwa orang Jepang dalam kondisi mabuk berat alias teler pun masih “sadar” bahwa membuang sampah tidak boleh di sembarang tempat, harus pada tempatnya.
Bukan main, dalam kondisi teler pun orang Jepang bisa seperti itu dalam hal urusan membuang sampah, bagaimana kalau dalam kondisi sadar?
Itulah sebab, hampir semua tempat di Jepang steril dari sampah. Tidak seperti di Indonesia, sulit menemukan sampah berhamburan di Jepang. Dan anehnya, sebagaimana dikisahkan Junanto, pada saat yang sama kita juga bakal sulit menemukan tempat pembuangan sampah di Jepang.
Kalau di Jepang orang dalam kondisi teler sekalipun tidak membuang sampah di sembarang tempat, di Jakarta beda lagi. Di sini, orang justru membuang sampah seenak hatinya di sembarang tempat dalam kondisi sadar, sesadar-sadarnya, dan dilakoni tanpa rasa bersalah.
Suatu pagi, dalam perjalanan menuju kantor, saya tiba-tiba kaget dan lemas ketika menyaksikan seorang wanita paruh bayu menumpahkan seluruh isi tong sampah yang dibopongnya ke kali. Seandainya ada orang Jepang yang menyaksikan peristiwa pagi itu, pasti ia bakal lebih kaget lagi.
Saya kira ini adalah gambaran umum Indonesia, bukan hanya Jakarta. Habitus kita dalam urusan membuang sampah memang tak sebagus orang Jepang, masih harus dibenahi.
Yang lebih aneh lagi, kalau di Jepang sana kita sulit menemukan tempat pembuangan sampah (bak sampah), di Jakarta pun demikian. Kita bakal sulit menemukan bak sampah yang gratisan…he-he-he. Setidaknya, inilah yang terjadi di lingkungan tempat tinggal saya.
Bak sampah memang mudah dijumpai, tapi untuk bisa membuang sampah di bak sampah tersebut Anda harus membayar iuran rutin ke petugas RT/RW. Jika tak pernah bayar, Anda tak punya hak membuang sampah di situ.
Jika tetap memaksa, Anda bakal dituduh telah berbuat zalim. Pasalnya, di lingkungan tempat saya tinggal, di sebuah bak sampah yang dikelola oleh suatu RW tertulis seperti ini: “Kalau merasa tidak bayar iuran sampah jangan buang di sini! Zolim ente.”
Bak sampah yang bertuliskan larangan membuang sampah bagi mereka yang tidak membayar iuran. |
Jujur,saat masa-masa awal di Jakarta, saya pernah ditegur oleh seorang petugas kebersihan kala hendak membuang sampah di bak sampah yang menjadi “wilayah kekuasaannya”. Penyebabnya karena saya belum pernah membayar iuran sampah. Sebagai pendatang baru, saat itu saya hanya bisa merenung: kehidupan di Jakarta memang betul-betul keras, buang sampah pun harus bayar.
Tapi masalahnya, di lingkungan tempat saya tinggal, saat ini ada seruan dari Ketua RW yang bunyinya seperti ini: “Orang yang Beriman Tidak Membuang Sampah di Kali”. Tulisan tersebut terpampang jelas pada dua buah baliho yang di pasang di pinggir kali.
Imbauan terhadap mereka yang merasa diri beriman agar tidak membuang sampah di kali. |
Sekedar tambahan, bak sampah bertuliskan larangan membuang sampah bagi mereka yang tak membayar iuran (yang saya sebutkan sebelumnya) dan dua buah baliho tersebut letaknya berdekatan, hanya beberapa meter saja. Nampaknya, masih dalam satu RW.
Terus ke manakah orang yang tak (mampu) membayar iuran dan merasa beriman harus membuang sampahnya? Mungkin di antara kawan semua ada yang tahu jawabannya…he-he-he.(*)
Komentar
Posting Komentar