Langsung ke konten utama

HIV/AIDS: Akibat Itunya Dipakai Sembarangan


Beberapa waktu yang lalu, Menteri Komunikasi dan Informasi (Menkominfo) Tifatul Sembiring pernah menjadi perbincangan hangat di situs mikroblogging Twitter terkait sujumlah kicauannnya soal HIV/AIDS.

Salah satu kicauannnya yang dinggap kontroversial adalah ketika mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang getol memberengus situs-situs berbau pornografi itu menyebut kepanjangan AIDS dengan ‘Akibat Itunya Dipakai Sembarangan’.

‘Kata Prof Sujudi, mantan menteri kesehatan, agar mudah diingat, singkatannya adalah AIDS = Akibat Itunya Dipakai Sembarangan’. Begitu tulis Tifatul melalui akun twitternya @tifsembiring. 

Tanggapan beragam pun datang dari para twitter mania atas kicauan menteri yang dinobatkan sebagai salah satu politisi paling tenar di jagad maya versi Fame Coun itu. Sebagian mereka menganggap, Tifatul tidak bijak terkait kicauannya tersebut, apalagi dia adalah seorang pejabat negara.

Kicauannya dianggap merendahkan para penderita HIV/AIDS. Disaat mereka terpuruk yang dibutuhkan adalah dukungan emosional, bukan lelucon yang merendahkan dan melecehkan mereka. Selain itu, tidak semua mereka yang mengidap HIV/AIDS tertular melalui hubungan sex yang ‘tidak benar’.

Tidak sedikat dari mereka adalah laki-laki dan perempaun baik-baik yang jauh dari kehidupan sex menyimpang, seks bebas misalnya. Mereka justru tertular melalui sebab-sebab yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan perilaku menyimpang. Dan yang paling sering adalah melalui pertukaran jarum suntik.

Tahun 2011, seks bebas dominasi penyebaran HIV
Orang boleh menganggap kicauan Pak Tifatul tersebut tidak bijak. Tetapi menurut saya, kalau dipikir-dipikir kicauan beliau ada juga benarnya. Tergantung dari sisi mana kita melihatnya. Dan saya kira, setiap orang yang membaca kicauan Pak Tifatul dapat menangkap dengan jelas pesan yang ingin disampaikan oleh beliau, yakni jika ingin terhindar dari penularan HIV/AIDS jauhilah perilaku seks menyimpang, termasuk seks bebas.

Mengenai perkembangan kasus HIV/AIDS di Indonesia memang kita patut risau dan khawatir. Karena jika menengok statistik yang ada, jumlah kasus HIV/AIDS di Indonesia kini telah mencapai 26.483 kasus. Ini salah satu yang tertinggi di kawasan ASEAN. Dan sudah barang tentu sangat mengkhawatirkan.

Pola penyebaran HIV/AIDS juga mulai berubah dalam lima tahun belakangan ini. Jika pada tahun 2006 lalu, pertukaran jarum suntik menjadi penyebab utama penularan HIV/AIDS (54,42 persen), disusul seks bebas (38,5 persen). Data Komisi Nasional Penanggulangan AIDS terbaru menunjukkan, pada tahun 2011 penyebab penularan HIV/AIDS lebih didominasi melalui seks bebas. Sekitar 76,3 persen penyebaran HIV/AIDS saat ini melalui seks bebas, diikuti jarum suntik sebesar 16,3 persen. Fakta ini menunjukkan, salah satu cara efektif untuk menekan penyebaran virus HIV/AIDS adalah dengan menjauhi perilaku seks bebas. Atau menurut lelocon Pak Tifatul dengan tidak menggunakan ‘anu’ kita secara sembarangan.

Tentunya dengan tidak melupakan penyebab transmisi lain, jarum suntik misalnya. Saya kira, ini juga harus menjadi perhatian serius. Penyalahgunan narkoba harus diperangi. Begitu pula dengan penggunaan jarum suntik di tempat-tempat yang bisa dikontrol oleh pemerintah (rumah sakit, klinik kesehatan, dll) harus diawasi dengan ketat.

Selain itu, semua hal yang menjurus pada semakin suburnya perilaku seks bebas ditengah masyarakat harus dibendung. Di sini diperlukan peran aktif semua pihak, tidak hanya pemerintah. Para orangtua, pendidik, rohaniawan, serta seluruh elemen masyarakat harus bahu membahu dalam hal ini.
*******
Sumber: Kompas.com

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bisakah R2 (baca: R kuadrat) Bernilai Negatif?

Koefisien determinasi (R2) merupakan ukuran kecocokan hasil estimasi sebuah model regresi linier dengan data yang dimodelkan, atau biasa disebut ukuran goodness of fit dari sebuah model regresi linier. Dengan lain perkataan, R2 menunjukkan seberapa dekat garis regresi yang diestimasi dengan data yang sebenarnya atau seberapa besar proporsi variasi variabel respon yang dapat dijelaskan oleh garis regresi. Ukuran ini dapat digunakan jika semua asumsi terkait residual telah terpenuhi. Bisakah R2 Bernilai Negatif? Pada dasarnya, R2 tidak pernah bernilai negatif, kecuali model regresi yang digunakan tanpa intersep. Jika model regresi yang digunakan tanpa intersep, maka R2 tidak bermakna meskipun bernilai positif. Kelemahan mendasar dari  R2 adalah nilainya yang selalu bertambah ketika dilakukan penambahan variabel bebas ke dalam model, meskipun variabel tersebut tidak begitu penting dalam menjelaskan variabel respon (tidak signifikan). Untuk mengatasi hal ini digunak...

Kesalahan Spesifikasi Model: Penyebab dan Solusi

Dalam ekonometrika, ketika kita bekerja dengan model-model struktural, yakni model dimana hubungan antara variabel dalam model didasarkan pada suatu kerangka teori ekonomi, keselahan spesifikasi model kerap kali terjadi. Hal ini merupakan masalah serius yang sering terjadi pada penelitian yang menggunakan model ekonometrik, khususnya regresi, sebagai  alat analisis. Kesalahan spesifikasi menyebabkan model yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk kepentingan analisis karena dapat menyesatkan ( misleading ). Sedikitnya,  ada dua gejala yang dapat dijadikan acuan untuk mengetahui kalau model yang kita gunakan mengalami kesalahan spesifikasi. Dua gejala tersebut adalah sebagai berikut: 1.   Hasil running model menunjukkan tanda koefisien regresi yang merepresentasikan arah hubungan antara variabel  penjelas dan variabel respon berseberangan atau tidak sesuai dengan teori.  Meski tidak selalu merupakan gejala terjadinya kesalahan spesifikasi,...

Beda Perempuan Jepang dan Perempuan Indonesia

Sesuai judulnya, fokus dari tulisan ini adalah bahasan mengenai perbedaan antara perempuan Jepang dan perempuan Indonesia. Tentu ada banyak perbedaan di antara keduanya. Dari sekian banyak perbedaan itu, tulisan ini mencoba mengulas perbedaan antara perempuan Jepang dan Indonesia dalam hal menikah dan memiliki anak. Perbedaan antara perempuan Jepang dan Indonesia dalam hal menikah dan memiliki anak tentu tidak lepas dari pengaruh posisi kedua negara, yang satu sebagai negara maju (Jepang) dan satunya lagi sebagai negara berkembang atau dunia ketiga (Indonesia). Secara rata-rata, perempuan Jepang sudah pasti well educated jika dibandingkan dengan perempuan Indonesia. Kondisi ini tentu sangat memengaruhi perbedaan paradigma atau cara pandang perempuan kedua negara terhadap yang namanya menikah dan memiliki anak. Enggan buru-buru menikah Secara tradisional, umur menikah ( marriage age ) perempaun Jepang adalah antara 23 sampai dengan 25 tahun. Di Jepang, perempuan yang belum ...