Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2012

Sensus Gagal

Setelah dua kali mengikuti rapat persiapan Sensus Pertanian 2013 (ST13) dalam sebulan ini, saya sebagai pendengar merasa ada yang sedikit janggal dalam proses perencanaan sensus yang digadang-gadang bakal mengumpulkan informasi untuk masa depan petani yang lebih baik itu. Mungkin, ini hanya perasaan saya yang masih bau kencur dan kurang pengalaman. Tapi, saya kira semua orang akan merasa janggal – entah itu berpengalaman atau tidak – tatkala kuesioner yang bakal digunakan dalam sensus masih mengalami perubahan dan perombakan di sana-sini meskipun tahap persiapan telah memasuki gladi bersih. Saya menduga, hal di atas terjadi setelah serangkaian pertemuan (diskusi) yang dilakukan oleh tim ST13 dengan para stakeholders  (instansi terkait: Kementan, KKP, KemenPU, dll) serta para praktisi dan penggiat sektor pertanian (para pelaku usaha dan asosasi) dalam beberapa bulan terakhir. Diskusi yang tentu saja terlambat, karena seharusnya dilakukan sejak jauh-jauh hari, sedari dulu sebel

Terlambat Bertaubat

Pemerintah telah menetapkan sebelas target utama yang harus dicapai dalam pembangunan nasional 2009-2014. Di antara kesebelas target itu, reformasi birokrasi berada di urutan pertama. Birokrasi kita yang inefisien memang harus direformasi. Mesin pelayanan publik (public service) yang digerakkan oleh sekitar 4,7 juta pegawai negeri sipil (PNS) ini memang terlalu gemuk, rakus, lambat, dan juga korup. Gemuk dan lambat karena angka 4,7 juta PNS sejatinya terlalu overload. Tidak lagi berimbang dengan beban kerja yang ada. Tidak mengherankan kalau sebagian besar mereka kenyataannya tidak produktif dan kompeten dalam menjalankan fungsinya sebagai abdi negara. Bebeberapa waktu lalu (1/3), Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Azwar Abu Bakar menyatakan, sekitar 95 persen dari 4,7 juta PNS saat ini tidak memiliki kompetensi di bidangnya. Statistik yang tentu miris dan membuat kita mengelus dada. Tidak hanya itu, konon 2/3 di antara para PNS yang ada ti

Catatan di Balik Pertumbuhan yang Mengesankan

Badan Pusat Statistik (BPS) baru saja merilis dua indikator makro penting kamis lalu (7/5): angka pertumbuhan ekonomi triwulan I dan tingkat pengangguran terbuka (TPT) Februari 2012. Kedua indikator ekonomi yang diwartakan BPS itu, boleh dibilang, cukup menggembirakan. Meskipun sedikit lebih rendah dari perkiraan pemerintah dan capaian pada triwulan yang sama tahun lalu (6,5 persen), pertumbuh an ekonomi triwulan I 2012 dilaporkan mencapai 6,3 persen (y-on-y) dan 1,4 persen (q-to-q). Kendati cukup menggembirakan, angka pertumbuhan sebesar 6,3 persen itu sebetulnya merupakan sinyal yang kurang baik, dari sini bisa ditengarai target pemerintah untuk menggenjot pertumbahan ekonomi hingga menembus angka 6,7 persen tahun ini nampaknya bakal sulit terwujud. Pemerintah spertinya harus bekerja lebih giat dan keras untuk memacu pertumbuhan ekonomi pada tiga triwulan berikutnya. Dan terkait hal ini, kendala infrastruktur adalah persoalan klasik yang harus segera dibenahi. TPT juga tak kalah

Impor Rambutan

Konsumsi buah penduduk negeri ini terus meningkat. Data Kementerian Pertanian (Kementan) menunjukkan, konsumsi buah nasional mencapai 32,59 kilogram per kapita per tahun. Artinya, dalam setahun, total konsumsi buah orang Indonesia bisa mencapai sekitar 8 juta ton (asumsi jumlah penduduk sekitar 240 juta orang). Ini merupakan konsekwensi dari meningkatnya daya beli penduduk dan kelompok kelas menen gah yang terus tumbuh. Orang ingin makan buah, dan semakin banyak orang yang memiliki kemampuan untuk mewujudkannya. Sayangnya, 60 persen pemenuhun kebutuhan konsumsi buah itu berasal dari impor, hanya 40 persen dari buah lokal. Statistik mewartakan, dari tahun ke tahun, jumlah buah impor yang membanjiri pasar Indonesia terus meningkat. Tahun 2011, misalnya, BPS melaporkan bahwa nilai impor buah-buahan Indonesia mencapai 411,57 juta dollar AS atau sekitar Rp3,7 triliun. Sementara itu, pada Januari 2012, nilai impor buah-buahan telah mencapai 62,62 juta dollar AS. Celakanya, ternyata tidak

Tanggung Jawab di Balik Sebuah Angka

Kemarin, saat sedang rebahan selepas shalat Jumat, telepon di kamar saya, lantai tiga Hotel Ibis Mangga Dua, tiba-tiba berdering. Di ujung telepon, atasan saya, dengan suara yang sedikit panik, berucap," Dir, saya tunggu di lantai dasar, di depan ruang makan. Kita harus segera ke kantor (BPS, Pasar Baru) . Kata Pak Direktur, ada kesalahan pada buku LBDSE edisi  Mei 2012 yang harus segera diperbaik i." Saya langsung menjawab, " OK, bu ", menutup telepon dan segera bergegas menuju ke lantai dasar. Sorot wajah kepanikan nampak jelas di wajah atasan saya. Kesalahan yang terjadi memang bukan perkara remeh, lebih tepatnya sedikit fatal. Biar kujelaskan terlebih dahulu kepadamu kawan apa itu LBDSE. Setiap awal bulan BPS secara rutin mengeluarkan publikasi bertajuk Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi, disingkat LBDSE. Publikasi berupa buku berukuran kecil itu merupakan kompilasi data-data strategis BPS yang telah dirilis secara periodik: bulanan, triwulanan, caturwulanan

Siapakah Petani Kita?

Lewat tulisan singkat ini, saya ingin membagikan sebuah pengalaman menarik saat menjadi asrot dalam rapat koordinasi Sensus Pertanian 2013 (ST2013) yang mempertemukan BPS dan para pemangku kepentingan (stakeholders), yakni pihak-pihak yang berkepentingan dengan data hasil ST2013 (Kementerian Pertanian dan Bappenas), Jumat lalu (11/5).  Rapat yang diawali paparan bertajuk Rencana Kegiatan Sensu s Pertanian 2013 oleh Direktur Direktorat Statistik Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan (STPHP) itu berlangsung seru, terutama pada bagian tanya jawabnya. Peserta rapat sangat antusias dalam mengajukan sejumlah pertanyaan dan saran. Di antara sekian banyak pertanyaan yang diajukan, ada sebuah pertanyaan yang menurut saya cukup menarik. Pertanyaan tersebut diajukan oleh seorang pejabat Eselon IV di lingkungan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian (Kementan). Pejabat yang menurut saya namanya lumayan keren itu, Oscar Rully, bertanya perihal konsep "petani"